Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 48 Tahun VI / 2004 - 21 November 2004
SUARA GEMBALA
ADVEN: Moment Membangun Harapan
Rm. Gregorius Kaha, SVD
Berita tentang kedatangan Tuhan pada akhir zaman maupun pada saat kematian setiap orang, kembali kita dengar dalam minggu pertama adven ini. Kita tidak tahu kapan semuanya itu terjadi, maka sikap tepat yang harus dibagun dalam diri setiap kita adalah bersiap-siaga atau berjaga-jaga.
Mengapa Kita Mesti Berjaga-jaga? Kitab Suci berbicara dengan sangat lugas tentang alasan kita untuk berjaga-jaga. Yesaya dalam bacaan pertama katakan sikap berjaga-jaga bukan dilandasi rasa takut, tetapi rasa rindu akan kemuliaan dan kedamaian. Kalau kita amati; banyak orang justru membangun sikap berjaga-jaga dalam hidup karena takut bukan karena kerinduan; akibatnya sikap berjaga-jaga itu lebih merupakan sebuah benteng yang kokoh untuk mempertahankan diri. Sebaliknya kalau sikap berjaga-jaga dibangun atas rasa kerinduan, maka masih ada area yang menunjukkan unsur perjuangan. Rasul Paulus dalam bacaan kedua melihat sikap berjaga-jaga itu sebagai sebuah gerakan-dinamis (= bukan pasif), “Saatnya telah tiba untuk bangun dari tidur” agar kita dapat menyongsong kedatangan Tuhan. Tidur adalah arti simbolik untuk menunjukkan perbuatan-perbuatan kita yang jahat; tutur kata kita yang keliru dan tak terkendali. Orang yang tertidur atau terlena dengan hidup tak punya keberaniaan untuk siap sedia. Akhirnya bacaan Injil menegaskan kenapa kita mesti berjaga-jaga? Karena Tuhan datang pada saat yang tidak kita duga. Kedatangan Tuhan dilukiskan sama seperti pencuri; datang tiba-tiba. Kalau orang menyiapkan diri, dia akan pantas bertahan; tetapi kalau tidak, ia akan binasa.
Bagaimana Sikap yang Tepat Dalam Berjaga-jaga? Sudah dikatakan bahwa berjaga-jaga adalah sebuah gerak dinamis, dia menuntut usaha atau perjuangan. Maka, unsur-unsur berikut merupakan sikap tegas dalam penantian: Pertama, TOBAT. Orientasi tobat adalah pembaharuan hidup; mengolah hidup secara baru sehingga kehidupan kita lebih punya arti di hadapan Tuhan dan sesama. Kedua, SETIA dan TEKUN. Komitmen tobat adalah adanya kesetiaan dan ketekunan dalam hidup. Yesus lahir dan hidup di tengah-tengah kita sebagai manusia, agar kita manusia pun mencintai kehidupan yang dikaruniakan kepada kita. Mother Teresa mengatakan bukan sukses yang Tuhan butuhkan dari kita, melainkan kesetiaan dan ketekunan menjalankan hidup dengan sebaik-baiknya. Ketiga, SABAR dan MENGAMPUNI. Buah dari tobat adalah tumbuhnya sikap sabar dalam diri dan semangat pengampunan dalam hidup. Selama adven kita perlu belajar dari Bunda Maria; seperti Maria yang berjalan dalam ziarah adven, setiap umat beriman juga harus sabar penuh pengharapan akan zaman baru yang dibawa oleh Yesus; Raja Damai - Tunas dan Pokok Kehidupan.
Dengan Cara Apa Kita Menanti? Karena orientasi dan komitmen adven berhubungan dengan pembaharuan hidup guna menantikan kedatangan Tuhan, maka moment ini merupakan sebuah proses penantian penuh harapan. Dua sisi persiapan yang ditonjolkan adalah persiapan hati / batiniah dan persiapan lahiriah. Seluruh persiapan lahiriah / fisik hendaknya mendukung persiapan batin kita; sebaliknya persiapan batin hendaknya mendorong dan menjadi dasar bagi kita untuk mengungkapkan secara fisik proses penantian tersebut. Adven tahun ini mudah-mudahan bisa membawa perubahan dalam diri kita, sehingga pada saat Tuhan datang kita pun siap dilahirkan baru bersama dengan Dia: hidup-Nya adalah hidup kita, perutusan-Nya adalah perutusan kita.
|
||