![]() |
![]() Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
![]() ![]() ![]() Ny. Edison, di mana pun anda berada,
![]() terima kasih!
![]() ![]() Baru-baru ini, aku membaca sebuah buku tentang ibu. Aku tahu, aku juga seorang ibu, tetapi aku sadar bahwa aku tidak selalu tahu bagaimana menjadi seorang ibu - bukan ibu yang bagaikan seorang peri, melainkan ibu seperti yang dikehendaki Tuhan. Aku seringkali kurang sabar terhadap anak-anak. Aku tidak tahu persis berapa banyak ibu lainnya yang juga mengalami hal yang sama, tetapi kisah singkat yang hendak aku sharingkan ini memberiku semangat.
Buku yang aku baca ini memuat kisah tentang Thomas, seorang anak laki-laki yang pada masa itu berusia delapan tahun. Thomas, seorang anak yang sakit-sakitan dan setengah tuli, jauh tertinggal dari teman-teman sekelasnya dalam pelajaran sekolah. Para guru cenderung cepat jengkel terhadapnya karena ia lambat mengerti. Teman-teman sekelasnya cepat meniru memperlakukannya demikian pula. Adalah hal yang biasa bagi mereka mengejek ataupun menertawakannya karena kesalahan-kesalahan yang dilakukannya. Dunia tidaklah ramah baginya. Tetapi dalam dunia yang sama, Thomas mempunyai seorang ibu. Seorang ibu kepada siapa ia datang setelah hari-hari `buruk' di sekolah. Seorang ibu yang bahagia memilikinya sebagai putera. Seorang ibu yang akan duduk bersamanya di meja dapur dan mendengarkan bagaimana buruk hari-hari berlalu.
Sejenak aku meletakkan bukuku, memohon pada Tuhan untuk menjadikanku seorang ibu yang demikian. Seorang ibu dapat lebih dari sekedar membaca rangkaian kata-kata. Para ibu dapat membaca kesedihan dan kesepian yang terpancar dari wajah anak-anak mereka. Apabila sesuatu yang buruk terjadi, ia akan mengenalinya dari tatapan mata mereka, atau dari cara anaknya itu berjalan, atau dari kepalanya yang terkulai.
Suatu hari, Thomas pulang membawa sepucuk surat dari kepala sekolah. Thomas dikeluarkan dari sekolah karena otaknya kacau.
Ibunya tidak marah ataupun cemas karena surat itu. Ia memeluk Thomas dan dengan lembut mengatakan bahwa segala sesuatu akan baik-baik saja. Ia tahu bahwa Thomas lebih lambat dari teman-teman sebayanya, tetapi ia yakin bahwa Thomas dapat belajar jika pelajaran disampaikan kepadanya dengan lebih perlahan. Ia sendiri yang mengajar Thomas di rumah. Usahanya mulai ada hasilnya. Thomas mulai bergerak maju… sebentar kemudian… ia mulai merancang hal-hal baru, menciptakan ini dan itu - semuanya tampak konyol pada mulanya.
Ketika Thomas pada akhirnya meninggal dunia, seluruh negeri - seluruh rakyat Amerika Serikat - menghormatinya dengan memadamkan listrik di segenap penjuru Amerika selama satu menit. Thomas, yang dikeluarkan dari sekolah oleh kepala sekolahnya karena otaknya lamban; yang biasa melihat teman-teman sekelasnya saling sikut untuk menertawakannya. Thomas inilah Thomas Alva Edison, penemu bola lampu dan phonograph. Dan kepala sekolahnya serta teman-teman yang biasa menertawakannya, di manakah mereka ketika seluruh Amerika memadamkan listrik?
Aku meletakkan bukuku sejenak. Hatiku bersorak bagi Thomas. Dan juga bagi ibunya. Jika Ny. Edison ada di sini, aku ingin menyalaminya. Semoga Tuhan menjadikan aku sedikit lebih serupa dengannya.
Sumber : “Thomas' Mother” by Rosane C. Romero
|
![]() |