Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 45 Tahun VI / 2004 - 7 November 2004
SUARA GEMBALA
Iman yang Konsisten
Rm. Gregorius Kaha, SVD
Kisah yang tertulis dalam Kitab Makabe ini menyentuh unsur kepahlawanan yang sulit dilupakan. Pada masa Raja Antiokhus Epifanes, ada tujuh orang bersaudara serta ibu mereka ditangkap. Dengan siksaan cambuk dan rotan mereka dipaksa oleh sang raja untuk mengkhianati keyakinan iman mereka. Tetapi mereka memilih mati dari pada menyangkal iman.
Apa yang membuat mereka sangat konsisten? Keyakinan akan kebenaran imannya bahwa
nilai utama dalam hidup manusia adalah menyerahkan diri secara total pada kehendak Yahwe. Bahwa raja dunia itu hanya sanggup menyiksa fisik tetapi tidak sanggup mengambil jiwa. Mereka percaya sungguh-sungguh bahwa mereka akan dibangkitkan pada akhir zaman. Keyakinan seperti itulah yang membuat mereka tidak takut berjuang; tidak takut menderita, tidak takut ditolak. Mereka yakin Yahwe Tuhan adalah Allah yang sungguh setia.
Iman yang konsisten macam ini, dalam Surat Rasul Paulus diungkapkan kembali kepada umat di Tesalonika. Dia minta supaya mereka saling mendoakan dan meneguhkan dalam hidup iman. Paulus menyadari bahwa ada begitu banyak tantangan dan kesulitan yang membuat seseorang bisa berbalik dari iman yang benar. Maka Paulus berdoa (= dan minta mereka mendoakan dia) agar mereka selalu diberi keteguhan untuk tidak melepaskan imannya akan Yesus Kristus yang tersalib. Jika kita terus berjuang, Allah tidak mungkin meninggalkan kita; Dia adalah Allah yang setia.
Dalam Injil kita membaca, beberapa orang Saduki datang kepada Yesus dan bertanya adakah kebangkitan orang mati? Memang saudara-saudari, kita perlu mencatat terlebih dahulu bahwa tidak semua orang Yahudi percaya bahwa ada kebangkitan; salah satunya adalah kaum Saduki. Contoh yang mereka ungkapkan tentang tujuh orang bersaudara yang kawin dengan seorang perempuan secara berurutan, sangat jelas menunjukkan bahwa pertanyaan mereka ini justru bernuansa untuk mencobai Yesus. Kelemahan mereka adalah mereka mendasarkan pertanyaan tersebut pada pandangan dan ukuran hidup di dunia ini. Yesus dengan sangat tenang dan tajam menegaskan keyakinan bahwa orang yang bangkit sesudah kematian memasuki suatu hidup yang baru - mereka tidak akan mati lagi. “Menikah” hanya untuk hidup di dunia ini karena manusia akan mati (= kalau tidak tentu punah perkembangan manusia), sedangkan di kehidupan baru tidak ada lagi “kawin - dan - mengawinkan” karena mereka tidak mati lagi. Maka atas pertanyaan orang Saduki: di antara ketujuh orang itu siapakah yang berhak menjadi suami? Itu adalah pertanyaan yang cacat - tidak relevan - menunjukkan tidak konsistennya keyakinan mereka. Siapa yang punya iman akan kebangkitan, dia pasti menyadari rahasia besar akan hidup di akhirat itu.
Pesan yang ingin saya tawarkan untuk kita renungkan :
1. Kita hidup di tengah-tengah masyarakat yang ditandai oleh perbedaan dan pergumulan yang berat, semoga kita tidak kehabisan semangat dan tetap konsisten berjuang untuk menghayati secara nyata (= dalam keseharian) keyakinan iman kita.
2. Allah menyebut diri sebagai Allah Abraham - Allah Ishak - Allah Yakub (= bukan Allah Abraham, Ishak dan Yakub). Itu berarti Allah hadir dan merajai kehidupan kita setiap waktu. Allah hadir dan menjadi Tuhan setiap zaman. Maka cinta Allah yang besar kepada kita, teladan Kristus yang setia kepada kehendak Bapa, dan ketaatan kita yang teguh pada ajaran Kristus sungguh merupakan jaminan keselamatan kita. Iman yang konsisten akan melahirkan kesetiaan dan kerelaan berkorban demi kemuliaan Tuhan dan kebaikan untuk banyak orang.
Semoga kita tampil sebagai orang beriman yang konsisten pada keyakinan dan kepercayaan akan Allah yang hidup dan tinggal di tengah-tengah kita.
|
||