Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 39 Tahun VI / 2004 - 26 September 2004
SUARA GEMBALA
Jurang Pemisah
Rm. Gregorius Kaha, SVD
“Sering, jika kita ditimpa bencana, kesengsaraan dan penderitaan yang berkepanjangan,
kita merasa seolah-olah Allah meninggalkan kita sendiri dan tak terlibat dalam kehidupan kita.”
Amos dengan Pesan Profetisnya
Amos dalam Kitab Suci digambarkan sebagai nabi yang sangat peka akan ketidakadilan. Dia dipanggil dan diutus untuk memperingatkan para penguasa yang hidup dalam kemewahan. Amos bahkan berkesimpulan “hidup mewah adalah penghinaan terhadap orang-orang miskin yang ditindas.” Maka sikap Amos juga sangat jelas, yakni mengutuk semua orang yang hidup dalam kelimpahan dan yang berfoya-foya, lalu mengabaikan tugas dan tanggungjawabnya.
Si Kaya yang Tak Dikenal - Si Miskin yang Bernama Lazarus
Perumpamaan dalam Injil ini memperlihatkan jurang pemisah antara si Kaya dan si Miskin; ternyata jurang itu kian hari kian lebar. Tiga gagasan yang mungkin perlu kita renungkan bersama dari perumpamaan ini:
1. Perumpamaan itu menunjukkan betapa ada begitu banyak orang yang hidupnya miskin dan diperlakukan tidak adil dalam masyarakat. Mereka seperti Lazarus yang berbaring di depan pintu orang kaya. Orang kaya simbol semua orang yang bermilik (harta atau apa pun) tetapi sama sekali tidak bertanggungjawab terhadap yang tidak bermilik. Realita sosial macam ini kadang luput dari perhatian kita bahkan cenderung menjadi obyek diskusi, seminar, khotbah dan sejenisnya, lalu tidak menjadi bagian dari disposisi batin orang. Akhirnya kadang kita alami sendiri juga bahwa ada banyak hal yang kita dengan mudah katakan tetapi sulit sekali kita laksanakan. Berbicara tentang orang miskin itu gampang, tetapi berbicara dengan orang miskin kadang masih sulit dalam kehidupan kita.
2. Perumpamaan itu menunjukkan bahwa penyalahgunaan kekayaan dalam hidup membuat kita semakin jauh dari Allah. Kita sungguh menyadari bahwa kehidupan kita adalah anugerah yang sangat berharga dari Allah; kita harus bertanggungjawab atas semua yang dipercayakan kepada kita. Kekayaan bisa membuat seseorang buta hati dan menjadi pendewa harta kekayaan.
3. Perumpamaan tersebut mengingatkan kita bahwa kehidupan kita sekarang (di dunia) mempersiapkan kita untuk hidup yang akan datang (kekal). “Kemudian matilah kedua orang itu.” Lazarus mati terlebih dahulu sedangkan orang kaya itu kemudian. Lazarus dibawa oleh malaikat-malaikat ke pangkuan Abraham; alasannya karena dia sudah banyak menderita di dunia. Penderitaan macam mana yang membuat dia bisa duduk di pangkuan Abraham? Kalau kita jujur amati teks, orang kaya itu tidak kasar terhadap Lazarus; dia tidak mengusir Lazarus, tetapi dia tidak memandang kehadiran Lazarus dalam hidupnya, singkatnya dia sibuk dengan dirinya sendiri. Dia sama sekali tidak memandang apa sesudah kehidupan di dunia ini.
Iman: Tidak Karena Mukjizat Semata
Permintaan orang kaya supaya mengirim utusan dari dunia orang mati ditolak oleh Bapa Abraham, menunjukkan bahwa iman itu tidak bisa bersandar pada mukjizat semata. Iman ternyata datang dari pendengaran, tetapi bagaimana orang bisa mendengar kalau dia dibelenggu oleh gemerlapnya kemewahan?
Saya sendiri dengan pengalaman kelemahan dan keterbatasan berusaha menyadari bahwa perjuangan iman bukan hanya bergerak di sekitar gereja dan pastoran atau institusi keagamaan lain supaya dalam diri ada pertobatan, tetapi justru panggilan kita terletak pada perjuangan untuk memberi kesaksian.
Pertanyaan refleksi untuk saya dan anda: mampukah kita menjalankan peran tersebut? (kadang kita gagal). Injil mengatakan jika kita memiliki hati yang berbelaskasih seperti Yesus, kita mampu melakukannya; Lazarus tak boleh dibiarkan berbaring tanpa perhatian di pintu rumah kita masing-masing.
|
||