Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 34 Tahun VII / 2005 - 21 Agustus 2005
SUARA GEMBALA
Siapa sih Yesus itu?
“… aku percaya … akan Yesus Kristus,
… yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus,
disalibkan, wafat dan dimakamkan …”
Setelah seorang Irene Handono, yang mengaku mantan biarawati Katolik itu memberi kesaksian dengan menyudutkan agama Kristen, kini muncul lagi ustadz Drs H. Wakhid Rosyd Lasiman, yang mengklaim pernah menjadi misionaris Katolik di lingkungan pulau Jawa ini, melancarkan serangan yang tak tangung-tangung; bahwa Yesus beragama Islam. Dalam bukunya “Yesus Beragama Islam”, dia menulis: “ternyata ketika saya teliti, tidak ada satu kata pun dalam Alkitab yang menyatakan bahwa Yesus beragama Katolik atau Protestan.” Sesudah membuat perbandingan dengan caranya, dia mengatakan Yesus adalah muslim sejati yang melaksanakan kalimat syahadat. Dia bukan Tuhan, tetapi hanya utusan (bdk. Tabloid Sabda: sarana kerukunan antar umat beragama, Jkrt/agustus'05-hal 4).
Banyak pihak memprediksi kesaksian ini akan menggoncangkan iman orang Kristen, tetapi ternyata gagal; kesaksian ini terasa lucu dan sangat dangkal. Mengapa? Karena banyak hal yang melatarbelakangi kesaksian itu nampaknya dipaksakan dan ayat-ayat Kitab Suci yang digunakan juga kontradiktif dengan kesaksiannya sendiri. Ayat yang dikutip terkesan ngawur dan asal comot (tak perlu saya memberi contoh nanti terlalu panjang dan membias). Saya cenderung melihat kesaksian ini dari sisi Injil hari ini, yakni tentang pertanyaan Yesus: “Kata orang siapakah Aku ini?”
Mungkin pertama-tama sebaiknya kita menentukan dulu sikap atas kesaksian tadi: dari dulu sampai sekarang tantangan yang dihadapi pengikut-pengikut Kristus tidak pemah berhenti. Umumnya kalau kesaksian itu lahir dari nurani yang bersih dia akan bertahan; tetapi kalau lahir dengan maksud-maksud tertentu, dia akan pupus dan hilang bersamaan dengan waktu. Walau demikian, ada baiknya kalau kita memakai semuanya itu sebagai sarana atau peluang untuk memperteguh iman; peluang untuk berusaha lebih mengenal siapa itu Yesus bagi kehidupan tiap-tiap kita.
Seandainya orang bertanya kepada saya, Yesus beragama apa? Saya akan menjawab dengan tegas: “Yesus bukan beragama Katolik, bukan beragama Protestan, bukan juga Islam; Dia tidak berdiri di balik sebuah agama. Kekristenan muncul sebagai buah dari inspirasi hidup dan ajaran Yesus. Keyakinan bahwa Yesus adalah Kebenaran dan Hidup menumbuhkan komunitas Kristiani dan gerak hidup mereka ini diterangi oleh Roh Kudus. Yesus bahkan pernah berjanji: “Jangan takut, Aku menyertai kamu sampai akhir zaman.”
Menarik: Yesus tidak bertanya apa kata Kitab tentang Aku, tetapi apa kata orang / apa katamu tentang Aku?
Kalau kita rujuk pada Kitab Suci, berita atau nubuat tentang Yesus Kristus sudah ada sejak dari awal. Dia yang adalah “Tunas Kehidupan: yang ada sejak dari awal dunia” ini memang berinkarnasi mengambil rupa seperti manusia kecuali dalam hal dosa. Dia dari kaum anawim - bukan orang mapan; Dia datang dari desa Nazareth wilayah Galilea. Nazareth sendiri bagi orang Yahudi merupakan kota yang tidak diperhitungkan; begitu juga Galilea bagi mereka hanyalah daerah orang-orang kafir, yang tidak terlalu paham hukum agama. Dari sisi politik, Galilea adalah daerah yang menderita akibat penjajah. Maka gagasan Yesus sebagai “pembebas dan penyelamat” sangat kuat hidup dalam alam pikiran bangsa ini. Dalam Perjanjian Baru, penginjil melukiskan Yesus sebagai orang yang penuh belas kasih. Dia memiliki visi hidup yang jelas dan tegas serta tidak kompromi pada kejahatan. Bagi Yesus, hidup dan karya-Nya adalah pertanggung-jawaban pada perutusan Allah; dan karena Allah adalah kasih maka jalan yang dipilih Yesus bukan jalan kekerasan, tetapi jalan kasih. Dalam kehidupan keagamaan, Yesus bukan orang yang sangat menekankan pelaksanaan hukum secara buta. Dengan cara hidup dan ajaran-Nya, Yesus mau mengantar orang di jalan kebenaran dan hidup. Dan jalan itu bisa terwujud kalau orang memiliki hubungan pribadi dengan Allah dan berjuang mewujudkan relasi kasih dengan sesama.
Dalam syahadat iman, kita mengamini bahwa Yesus itu menderita dan wafat karena hukuman di masa Pontius Pilatus. Ini bukan berarti Yesus bersalah maka dihukum, tetapi menunjuk pada unsur historis bahwa Yesus bukan tokoh imaginatif, bukan bohong-bohongan; Yesus sungguh-sungguh ada dan hidup. Di zaman Pontius Pilatus itulah Dia menderita dan disalibkan.
Maka sebetulnya Kitab Suci sudah dengan sangat jelas mengungkapkan siapa itu Yesus bagi dunia. Tetapi yang dikehendaki pengenalan akan Yesus bukan sampai pada pengetahuan kitab; bukan sampai pada slogan atau informasi, tetapi harus sampai pada “hati yang beriman”. Kualitas pengenalan terletak pada relasi / pengalaman pribadi dengan Yesus, bukan jiplakan dari kata orang. Hati yang beriman itu akan melahirkan sifat dan sikap iman yang sesuai dengan kehendak Tuhan.
Engkau adalah Mesias, Anak Allah Yang Hidup
Jawaban Petrus ini lahir dari pengalaman pribadinya dengan Yesus. Petrus tidak terpengaruh oleh apa yang dikatakan orang tentang Yesus, malahan dia menggunakan itu sebagai sarana memurnikan keyakinannya. Dapatkah seorang pengikut Kristus menggunakan tantangan dan kesulitan iman sebagai sebuah kesempatan untuk mempertajam keyakinannya? Atau mungkin kita begitu mudah goncang karena tantangan dalam bentuk pertanyaan, kritik dan gugatan atas iman kita?
Jawaban Petrus yang mewakili para murid membuktikan bahwa iman itu harus dipertanggung-jawabkan dalam hidup sehari-hari. “Seperti tubuh tanpa roh adalah mati demikian iman tanpa perbuatan adalah mati.” Kita sudah dengar banyak tentang siapa itu Yesus, sekarang apa yang kita sendiri katakan tentang DIA? Mudah-mudahan jawaban kita tidak jauh dari jawaban Petrus: “Engkau adalah Mesias, anak Allah yang hidup!”
Rm. Gregorius Kaha, SVD
|
||