Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 37 Tahun V / 2003 - 14 September 2003
SUARA GEMBALA
SALIB
Karena Kasih-Nya bagi Dunia
"Ta shih hua hsiao, hsiao shih hua wu" (pepatah Cina)
Ubahlah pertengkaran besar menjadi kecil, dan yang kecil menjadi tidak ada.
John Kennedy, sang Presiden, ketika dadanya ditembus peluru dan jantungnya hampir berhenti berdetak, dia memegang tangan isterinya dan berkata, “Saya cinta”. Bernadette, gadis yang mengalami penampakan Bunda Maria di Lourdes, ketika menghadapi ajalnya masih bergumam, “Saya cinta”. Maria Goretti setelah ditikam dengan pisau oleh Alexandro, masih dapat berkata, “Jangan ada dendam padanya”. Andreas ketika dipilih menjadi rasul hanya punya cita-cita “berkorban agar semakin banyak orang bertemu dengan Yesus”. Mother Teresa, bersolider dengan melayani “Orang-orang termiskin di antara orang-orang miskin”. Masih ada banyak pribadi lain yang bisa kita sebutkan dengan ungkapan mereka yang sangat mendalam dan terkenal. Tetapi hemat saya, semua kata-kata itu mau mengungkapkan keyakinan hidup mereka yang sedemikian tinggi. Dan keyakinan hidup sedemikian tinggi itu hanya bisa dimiliki oleh orang yang dalam dirinya mengalir semangat kerendahan hati.
Kita merayakan pesta “Salib Suci”. Salib ini disebut suci karena bergantung di atasnya Yesus Kristus yang tanpa dosa: dia disebut suci karena melalui salib ini dosa manusia dihapus dan keselamatan manusia bercahaya. Artinya, sentral utama orang bukan pada palang kayu, tetapi pada Pribadi yang berani menyerahkan nyawa-Nya untuk keselamatan manusia; Dia adalah Yesus Kristus Putra Allah Yang Hidup. Hanya ada satu kata yang mengungkapkan pengorbanan Yesus yang sedemikian besar yakni kasih (=kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia). Oleh karena itu, ketika hari-hari sulit datang mewarnai kehidupan kita, terdengar kata-kata Yesus, “Angkatlah salib-mu sehari-hari dan ikutilah Aku!” Banyak kita berdiri dengan rasa takut, cemas dan gelisah. Kita cenderung bertanya: jangan-jangan salib ini terlampau berat, jangan-jangan rasa malu ini terlalu menyakitkan. Lalu kita buang atau kita abaikan saja salib itu.
Begitu banyak kesulitan manusia yang dialaminya bersumber pada dua hal berikut: yang pertama, pada hubungan kita dengan orang lain, dan yang kedua, pada cara tanggap orang yang keliru pada situasi. Artinya sumber problem, masalah atau kesulitan; sumber rasa minder, rasa takut dan rasa tidak puas dalam diri orang justru lebih banyak datang dari pribadi orang tersebut.
Maka, hal tepat yang perlu untuk setiap orang sadari adalah “Menerima diri apa ada-nya”. Memang ini bukan proses yang mudah, apalagi harus menemui kenyataan berikut:
1. Hanya sedikit orang yang “mencintai diri”. Orang terjebak pada paham tentang cinta diri yang salah / egois, lalu berkesimpulan tidak perlu memperhatikan diri. Padahal kita pun menyadari bahwa seorang yang tidak pernah mencintai dirinya, sulit mencintai orang lain dengan tulus. Yang satu tidak mengabaikan yang lain; saling berhubungan.
2. Begitu banyak orang yang menganggap orang lain adalah saingannya. Sikap seperti ini umumnya muncul karena ambisi dan menganggap remeh orang lain. Sehingga dia merasa terganggu bila orang lain dipuji-puji, bila orang lain dianggap lebih baik. Padahal kita pun perlu menyadari bahwa orang yang tidak senang pada orang lain kadang karena tidak senang pada dirinya sendiri.
3. Tidak sedikit orang yang merasa “tidak diterima di rumahnya sendiri”. Pengalaman ditolak adalah pengalaman menyakitkan. Walau demikian perasaan ditolak sebenarnya jauh lebih berbahaya. Kalau seseorang merasa tidak diterima di rumahnya, di lingkungannya, dia pun sulit yakin bahwa orang lain akan menerimanya.
Menerima diri apa adanya merupakan sebuah proses panjang, dilalui mesti dengan kerendahan hati agar hasil akhirnya merupakan sebuah perwujudan kasih. Pengalaman bahwa Allah mengasihi kita, hendaknya menghantar kita untuk menghargai dan mengasihi diri. Kesadaran bahwa Allah juga mencintai orang lain mendorong kita untuk mengasihi satu sama lain.
Maka di HUT Paroki Gembala Yang Baik ini, kita berharap semoga paroki ini menjadi paroki yang dewasa dan berani mentransformasi diri. Semoga kita semua terbuka pada gerakan hidup menggereja di bawah inspirasi salib: Rendah hati dan berani berkorban untuk kepentingan banyak orang. “Selamat Ulang Tahun”.
Rm. Gregorius Kaha, SVD
|
||