YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 14 Tahun VI / 2004 - 04 April 2004
SUARA GEMBALA

YESUS: RAJA
Yang Lain dari Yang Lain
Hosanna
Kisah tentang Yesus yang masuk Yerusalem sebagai Raja mengawali seluruh perjalanan sengsara yang akan ditempuh oleh Yesus. Kesimpulan kita jelas, yakni di antara sekian banyak orang yang menolak Yesus; masih ada ribuan orang yang menerima Dia - walau sikap khalayak ramai itu belum mendalam dan sempurna.


Ada Apa Dengan Seekor Keledai?
“Lepaskan keledai itu dan bawa kemari.”

Pada perayaan keagamaan Yahudi, yakni: paska, pentekosta dan pondok daun, setiap orang Yahudi dewasa wajib merayakannya di kota Yerusalem. Maka kita bisa bayangkan betapa meluber kota suci Yerusalem dengan ribuan peziarah. Dalam kondisi kota seperti itu Yesus tampil sebagai Raja. Dari modus peristiwa nampak bahwa peristiwa ini dirancang oleh Yesus secara baik; Dia ingin mengungkapkan secara lebih jelas bahwa Dia adalah Mesias - Raja yang dinanti-nantikan. Dan Dia datang dengan mengendarai seekor keledai muda yang belum pernah dipakai.

Bagi banyak bangsa, keledai mungkin merupakan hewan dungu yang menjadi bahan ejekan, tetapi untuk orang Timur Tengah, keledai merupakan binatang berharga. Seorang raja yang bepergian dalam situasi perang atau situasi genting selalu menunggang kuda; sedangkan dalam situasi damai dan tenang raja menunggang seekor keledai. Jadi dengan menggunakan keledai Yesus ingin menunjukkan bahwa Dia adalah Raja Damai; Raja yang bukan datang dengan kendaraan perang siap bertempur, tetapi datang dengan damai sejahtera. Sisi yang mau ditonjolkan bukan sisi politis seperti yang diharapkan banyak orang, tetapi justru sisi kemanusiaan dengan aspek kerendahan hati dan pengorbanan yang tulus. Maka konsekwensinya hanya orang-orang yang punya hati jernih dan tulus saja yang sanggup melihat bahwa Dia yang datang itu adalah seorang Raja.


Raja Yang Datang Untuk Semua
“Terberkatilah Dia yang datang atas nama Tuhan!”

Yesus dielukan sebagai Raja. Raja ini justru datang untuk semua orang; tidak terbatas pada kelompok atau bangsa-Nya. Ini yang membuat penguasa menjadi takut sehingga melalui orang-orang Farisi mereka berusaha meminta Yesus untuk mendiamkan orang-orang itu; tetapi Yesus menolak: “Jika mereka diam, batu-batu ini akan berteriak.” Tiga hal menarik yang patut kita catat:

1. Kuasa Yesus begitu dahsyat, kekuatan Yesus begitu sempurna. Karena ketaatan-Nya kepada Bapa dan kasih-Nya kepada manusia, maka Dia rela menanggung penderitaan ini.
2. Kesengsaraan Yesus disinari oleh kemuliaan. Artinya, kesengsaraan-Nya menunjukkan betapa mulia perjuangan dan pengorbanan Yesus. Identitas tersebut menunjukkan dengan sangat jelas kuasa dan kemuliaan Yesus. Benar kalau pepatah mengatakan: “Seseorang dinilai kaya bukan karena apa yang dia miliki, tetapi siapa dia.” Kitab Amzal (13;7) dengan lebih tegas mengatakan: “Ada orang yang berlagak kaya, tetapi tidak mempunyai apa-apa, ada pula yang berpura-pura miskin tetapi hartanya banyak.”

3. Hidup seorang Kristen tak bisa dipisahkan dari salib. Gambaran Kristus yang ditonjolkan dalam kisah sengsara adalah sebuah pemenuhan janji, sehingga walaupun penderitaan itu merupakan sebuah realita; kuasa dan penyertaan Allah nampak sangat jelas dalam diri Yesus yang menderita itu. Maka setiap kali berjalan dengan Yesus dalam penderitaan jangan menangisi penderitaan itu melainkan lihat pesan iman dibalik semuanya itu.


Mari Kita Jadikan Yesus Raja Dalam Kehidupan Kita:

Yesus sebagai Raja hadir untuk semua orang. Kerendahan hati adalah salah satu sifat utama Yesus. Dan dalam pelbagai pengajaran suci Yesus mengajak orang (=secara khusus yang percaya kepada-Nya) untuk bersikap rendah hati.

Ungkapan paling nyata dari kerendahan hati macam itu adalah JUJUR. Orang yang rendah hati adalah orang yang jujur pada Tuhan; mengakui keagungan dan kuasa Tuhan. Orang yang rendah hati adalah orang yang jujur pada sesama; menerima orang lain apa adanya, mengakui kelebihan dan keterbatasan orang lain. Orang yang rendah hati adalah orang yang jujur pada dirinya sendiri; menerima diri dengan segala kelebihan dan kekurangan.

Semoga kita dengan rendah hati merayakan Minggu Palma ini, dan semoga dengan penuh kejujuran mulut dan hati kita pun boleh menyatu dalam kata-kata khalayak ramai: “Hosana - Raja Damai!”


Rm. Gregorius Kaha, SVD