YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 25 Tahun V / 2003 - 22 Juni 2003
SUARA GEMBALA

Jangan Pandang "Hosti Kudus" sebagai Obat
Roti Hidup
Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan,
ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan. (1 Kor 11:27)


Tidak bisa dipungkiri, ada banyak anggapan yang beredar di tengah umat bahwa "Semakin banyak saya menerima Hosti Kudus, semakin baik" atau anggapan lain: "Kalau saya misa dan sambut Hosti Kudus sebanyak sekian kali, masalah saya akan segera selesai". Ada satu kelemahan dalam pola pandang semacam ini, yakni membuat orang tanpa sadar memperlakukan Hosti Kudus sebagai obat atau tablet dengan takaran tertentu. Dengan demikian, orang akan segera tenggelam dalam dua ekstrim yang sama buruknya. Pertama, orang akan berusaha menerima sebanyak mungkin Hosti Kudus dengan maksud yang keliru. Kedua, orang beranggapan salah bahwa kalau terlalu banyak terima komuni nanti overdosis; apalagi menurut mereka hosti ini khan hanya lambang kehadiran Kristus saja.

Berhadapan dengan dua ekstrim ini, perlu kita tegaskan kembali bahwa sesuai pandangan iman Katolik, dalam Ekaristi Kudus Hosti dan Anggur diubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus dalam misteri konsekrasi. Jadi sesudah konsekrasi, Hosti dan Anggur BUKAN MELAMBANGKAN kehadiran Kristus, tetapi lebih jauh dari itu dia DIUBAH menjadi Tubuh dan Darah Kristus.

Jika demikian, konsekuensinya adalah: Pertama, setiap orang harus menyadari sungguh-sungguh keyakinan ini agar bisa membangun sikap yang tepat ketika komuni atau ketika mengikuti seluruh rangkaian ekaristi. Kedua, kesadaran itu seharusnya merasuk dan menjiwai kehidupan setiap orang. Jadi pada hakekatnya komuni kudus itu mempersatukan seseorang dengan Kristus yang hidup, maka orientasi orang bukan lagi berapa kali saya terima hosti kudus tetapi dengan komuni saya diajak untuk mencintai Tuhan dan sesama. Pengaruh atau kekuatan komuni ini justru terletak pada penghayatan keseharian kita. Orang bisa sambut Hosti Kudus terus-menerus tetapi kalau iri-hati, dengki, benci dan dendam misalnya juga jalan terus, maka tidak banyak artinya. Ironisnya ini sangat mempengaruhi kehidupan orang percaya. Kenapa bisa terjadi demikian? Karena orang lupa menghayati komuni yang dia terima dalam kehidupan nyata.

Kalau kita mengamati kisah perjamuan terakhir, maka perjamuan Yesus ini adalah perjamuan yang sederhana; terjadi di suatu kota, di atas ruangan kecil tetapi penuh dengan suasana kasih. Dan Yesus minta kepada setiap murid-Nya untuk melakukannya sebagai kenangan akan Dia. Maka setiap kali masuk dalam perjamuan ekaristi dan menyambut Tubuh Kristus, kita mempersatukan diri dengan Kristus Sendiri dalam arti yang paling mendalam.

Di hari raya Tubuh dan Darah Kristus ini, baiklah sambil mengenangkan bagaimana Yesus menetapkan perjamuan malam terakhir, kita juga seharusnya ingat bahwa setiap orang Kristen harus siap mengurbankan hidupnya seperti Kristus. Artinya, dengan merayakan Ekaristi tiap-tiap kita diutus untuk memberi kesaksian tentang kasih Kristus kepada dunia. Marilah kita menghormati kehadiran-Nya dalam rupa Roti dan Anggur; suatu bentuk kehadiran paling sederhana tetapi dengan itu setiap kita diselamatkan. Dialah Roti hidup yang turun dari surga, siapa yang percaya memperoleh kehidupan kekal.


Rm. Gregorius Kaha, SVD