YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Warta Paroki Gembala Yang Baik No. 53 Tahun VIII / 2006 - 31 Desember 2006
SUARA GEMBALA

“Manusia ; Jendela Warna-Warni”
<Sanggupkah Kita Menjadi Kudus?>
Rm. Gregorius Kaha, SVD
Seorang anak kecil datang ke gereja bersama ibunya pada hari Minggu. Dari pintu utama mereka berjalan menuju bangku dengan menyisir jalan samping dekat jendela yang dipenuhi mosaic kaca membentuk lukisan. Ketika tiba di sebuah jendela, anak itu berhenti dan memandang kagum pada lukisan di sana. Lukisan dengan kaca warna-warni itu begitu mempesona, apalagi ketika sinar matahari masuk melaluinya, lukisan itu terkesan sangat hidup. Lalu anak itu bertanya kepada ibunya “Ini gambar siapa?” Sang ibu dengan spontan menjawab, “Itu gambar orang kudus.” Lalu dia menarik tangan anak itu dengan sedikit memaksa berjalan ke bangku-duduk. Semua pengalaman itu terekam kuat dalam memori si anak. Keesokan harinya, ketika di sekolah ibu gurunya bertanya, “Anak-anak, siapakah orang kudus itu?” Tak seorang anak pun bisa menjawab. Tiba-tiba dalam suasana kelas yang hening, anak itu mengacungkan tangan dan menjawab lantang, “Orang kudus adalah jendela warna-warni dari mana matahari masuk ke dalam gereja.” Semua orang menertawakan dia dengan jawabannya itu. Namun dia mengulangi lagi, “Orang kudus adalah jendela warna-warni dari mana matahari masuk.”

Hari ini Gereja merayakan Pesta Keluarga Kudus Nazaret (Yesus-Maria-Yosef). Pusat kehidupan keluarga ini adalah “RELASI”. Relasi dengan Allah / Yahwe dan relasi antar anggota keluarga. Kekudusan keluarga ini justru terletak pada kehadiran Allah dan keterbukaan membiarkan Allah campur tangan dalam hidup keluarga mereka. Lihat, sejak Maria memperoleh kabar gembira - sejak Yosef mempertimbangkan keputusannya, campur tangan Tuhan dan keterbukaan mereka pada kehendak Allah sangat kuat dan tegas. Kekudusan keluarga ini juga nampak dalam relasi yang penuh cinta kasih. Dalam Lukas 2:41-52 misalnya, ketika Yesus hilang, bagaimana mereka mengatasi kecemasan itu dan ketika berjumpa dengan Yesus; bagaimana mereka mengolah secara bijak kata-kata Yesus “Kenapa kamu mencari Aku? tidakkah kamu tahu bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?”

Kita semua ingin menjadi kudus. Anda dan saya rindu menjadi kudus; kita merindukan keluarga-keluarga kita juga menjadi kudus. Pertanyaan saling berkaitan muncul: sanggupkah seseorang menjadi kudus? Dan apa yang dimaksud dengan menjadi kudus itu?

Pertama: menjadi kudus bukan berarti manusia tidak berdosa lagi, tidak punya kesalahan lagi (wong namanya manusia ada batasnya, ada kelemahannya), TETAPI menjadi kudus berarti oleh karena kehidupan kita (tutur kata dan tindakan-tindakan kita) sinar kasih Allah itu masuk ke dalam dunia. Kita ingin keluarga-keluarga kita juga kudus; bukan berarti tidak ada problem, tidak ada perbedaan pendapat dan konflik lagi, TETAPI oleh karena kehidupan keluarga kita <suasana keluarga dan relasi yang baik> sinar kasih Allah itu masuk kedalam dunia.

Kedua: menjadi kudus bukan berarti tinggal diam dengan diri / tidak buat apa-apa karena nanti takut salah, TETAPI menjadi kudus berarti “membuat hidup menjadi berkat” bagi banyak orang. Hidup begitu singkat, kalau diabdikan hanya untuk diri, tidak banyak faedahnya.

Ketiga: menjadi kudus berarti “membiarkan Tuhan” masuk dan campur tangan atas kehidupan kita. Maka mengandalkan kekuatan diri sendiri justru membuat seseorang jatuh. Lihat berapa banyak orang tenggelam dalam kekecewaan, lain orang putus asa, lain lagi bunuh diri. Kenapa? Karena mereka mengandalkan kemampuan dirinya untuk menyelesaikan begitu banyak masalah. Ketika “mentok” / tak ada jalan lagi, mereka kecewa dan putus asa. Sebagai orang beriman, kita mesti percaya bahwa kita punya Tuhan yang setia meno1ong dan yang berjanji tak akan meninggalkan kita.

Selamat tinggal tahun lama dan selamat datang tahun baru. Maka rasanya tepat ketika kita berdiri di batas tahun lama dan tahun baru ini, kita diajak untuk ke depan selalu berusaha menampilkan sikap dan suasana kekeluargaan di mana kita berada, dan dengan cara yang ramah dan sopan bergaul dengan semua orang sebagai satu keluarga. Dunia kita kian hari kian kacau dan tidak bersahabat. Mari kita berjuang membawa damai ke dalam dunia mulai dari diri kita dan keluarga-keluarga kita. Semoga oleh karena kehidupan kita, kehidupan keluarga-keluarga kita, sinar kasih Allah nampak bagi dunia ini.

“Selamat Tahun Baru. Tuhan memberkati kita.”