Makna di Balik Lagu "The Twelve Days of Christmas"
oleh: P. William P. Saunders *
Saya mendengar bahwa lagu Natal “The Twelve Days of Christmas” ditulis demi membantu anak-anak belajar katekese. Mohon penjelasan.
~ seorang pembaca di Florida
Bermula dari masa kekuasaan Ratu Elisabet I dari Inggris pada tahun 1558, Gereja Katolik Roma dan praktek iman dilarang keras. Sebagian dari bermacam-macam ketetapan hukum melawan kekatolikan meliputi: Misa dilarang. Para imam diusir pergi dari wilayah kerajaan, dan diancam dengan dakwaan penghianatan besar dengan hukuman digantung, dikeluarkan isi perutnya hidup-hidup, dan dipenggal serta tubuhnya dipotong-potong menjadi empat bagian, apabila mereka berani kembali dan mempersembahkan Misa. Seorang Katolik yang menyembunyikan seorang imam di rumahnya atau mengijinkannya mempersembahkan Misa akan menerima hukuman yang sama. Warga Katolik tidak diperbolehkan memberikan hak suara, mempunyai harta milik, menjadi saksi di pengadilan, ataupun memiliki senjata. Barangsiapa tidak mengikuti kebaktian Protestan akan didenda dan apabila pelanggaran diulang akan dijebloskan ke dalam penjara. Seluruh sekolah Katolik ditutup dan pengajaran iman dilarang. Barangsiapa ditunjuk sebagai pegawai pemerintah wajib menyatakan sumpah menyangkal Paus dan keyakinan akan transubstansiasi, karenanya menghalangi seorang Katolik menempati posisi yang demikian. Ketetapan-ketetapan hukum ini terus berlaku hingga April 1829 ketika Raja George IV dengan segan menandatangani Emancipation Bill, yang memberikan kebebasan politik dan agama bagi warga Katolik. Namun demikian, hingga saat ini, Raja ataupun Ratu Kerajaan Inggris tidak dapat menjadi seorang Katolik Roma.
Perlu dicatat bahwa ketentuan-ketentuan hukum yang sama diberlakukan juga di Virginia hingga masa Perang Revolusioner. Pula, intensitas pelaksanaan ketentuan-ketentuan hukum ini tergantung pada pihak yang berkuasa: sebagai misal, pada masa Commonwealth di bawah Oliver Cromwell (1642-60), Parlemen Puritan bahkan melarang perayaan Natal.
Oleh karena alasan di atas, lagu The Twelve Days of Christmas ditulis di Inggris dengan menggunakan gambaran atau simbol-simbol yang tampaknya sekuler demi membantu mengajarkan katekese iman kepada anak-anak. “True love” (= kekasih sejati) yang disebut-sebut dalam setiap bait tidak menunjuk pada seorang kekasih duniawi, melainkan menunjuk pada Tuhan yang Mahakuasa. “Me” kepada siapa hadiah-hadiah ini diberikan menunjuk pada setiap orang yang dibaptis Katolik. Tujuan dari pengulangan bukan hanya sekedar sebagai sarana pengajaran, melainkan juga menekankan pembaharuan terus-menerus yang dilakukan Tuhan atas anugerah-anugerah-Nya bagi segenap umat manusia.
“The partridge in a pear tree” adalah Kristus. Secara naluri, seekor induk ayam hutan (= partridge) akan berpura-pura terluka demi mengelabui pemangsa agar pergi dari anak-anaknya yang masih kecil dan tak berdaya. Demikian pula, Tuhan Yesus melindungi kita, manusia yang lemah, dari setan. “The pear tree” (= pohon per) melambangkan keselamatan umat manusia, sama seperti pohon apel melambangkan jatuhnya Adam dan Hawa dari Rahmat ke dalam dosa.
“Two turtle doves” (= sepasang burung merpati) melambangkan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Pula, orangtua Yahudi dari kalangan sederhana mempersembahkan sepasang burung tekukur atau sepasang burung merpati, dan bukan anak domba seperti pada umumnya, sebagai kurban kepada Allah ketika mereka mempersembahkan bayi mereka yang baru lahir di Bait Allah. Menariknya, Santa Perawan Maria dan Santo Yosef mempersembahkan kurban yang sama saat mempersembahkan Tuhan kita (bdk Lukas 2:22-24).
Terkenal karena keelokan dan kelangkaannya, “the three French hens” (= ketiga ayam betina Perancis) melambangkan ketiga persembahan para Majus (emas, kemenyan dan mur), juga ketiga kebajikan ilahi: iman, harapan dan kasih.
“The four calling birds” (= keempat burung berkicau) dihubungkan dengan keempat penulis Injil dan Injil mereka: St Matius, St Markus, St Lukas dan St Yohanes; keempat nabi besar - Yesaya, Yeremia, Yehezkiel dan Daniel; dan keempat kebajikan pokok - kebijaksanaan, keadilan, keberanian dan penguasaan diri.
“Five golden rings” (= lima cincin emas) memiliki makna ganda. Sebuah cincin, atau lingkaran, tak memiliki awal maupun akhir. Sebab itu, cincin mengingatkan kita akan kekekalan Allah - kasih-Nya yang tetap, setia dan terus-menerus kepada kita - dan lingkaran iman - kasih Allah kepada kita, kasih kita kepada Allah dan kasih kita kepada sesama. Di samping itu, emas adalah logam mulia, dan kasih Allah adalah kasih yang mulia, yang tanpa syarat. Angka lima juga melambangkan kelima kitab pertama dari Perjanjian Lama - Pentateuch atau Taurat (kitab hukum bangsa Yahudi).
“Six geese a-laying” (= enam itik bertelur) melambangkan enam hari karya penciptaan seperti dikisahkan dalam Kitab Kejadian.
“Seven swans a-swimming” (= tujuh angsa berenang) melanjutkan tema Kejadian. Di kalangan Yahudi, tujuh adalah angka sempurna. Rancangan Tuhan meliputi, bukan hanya keenam hari penciptaan, melainkan juga hari ketujuh untuk beristirahat; sebab itu janganlah kita lupa menjadikan hari Minggu sebagai hari yang kudus dengan bersembah sujud kepada Tuhan dalam Misa, melewatkan waktu dengan orang-orang yang kita kasihi, dan juga bersantai. Di samping itu, tujuh angsa berenang juga menunjuk pada tujuh karunia Roh Kudus, tujuh karya belas kasih jasmani, tujuh karya belas kasih rohani, dan tujuh dosa pokok.
“Eight maids a-milking” (= delapan gadis memerah susu) melambangkan delapan sabda bahagia dan, pada masa itu dalam Gereja kita, delapan kali dalam setahun yang ditentukan bagi umat beriman untuk menyambut Komuni Kudus.
“Nine ladies dancing” (= sembilan perempuan menari) adalah kesembilan buah-buah Roh Kudus dan kesembilan paduan suara malaikat.
“Ten lords a-leaping” (= sepuluh tuan melompat) melambangkan Sepuluh Perintah Allah.
“Eleven pipers piping” (= sebelas pesuling bermain suling) adalah kesebelas rasul yang setia pada saat kebangkitan dan kenaikan Yesus. (Ingat bahwa Yudas, seorang dari keduabelas rasul itu, mengkhianati Tuhan kita dan kemudian bunuh diri).
Dan yang terakhir, angka duabelas bagi orang Yahudi melambangkan kegenapan atau kepenuhan. Sebab itu, “twelve drummers drumming” (= duabelas pemain genderang bermain genderang) melambangkan keduabelas nabi kecil, keduabelas pokok Syahadat Para Rasul (yang merupakan struktur dari bagian pertama Katekismus), keduabelas rasul (kesebelas rasul ditambah St Matias yang menggantikan Yudas), dan keduabelas suku Israel.
Sementara kita merayakan Natal, patutlah kita mencamkan makna mendalam dari lagu ini. Sesungguhnya, saya biasa menganggap pengulangan dan panjangnya lagu ini agak membosankan hingga saya mempelajari sejarah dan makna religiusnya. Adalah sungguh baik bagi para orangtua untuk mengajarkan lagu ini kepada anak-anak dalam terang sejarah penganiayaan dan katekese yang disampaikan.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.
sumber : “Straight Answers: The Twelve Days of Christmas” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2001 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|