YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab XXXII
Yesus Jatuh Kedua Kali


Bunda Yesus yang berdukacita meninggalkan forum dengan disertai oleh Yohanes dan beberapa perempuan, segera setelah hukuman yang tak adil dimaklumkan. Bunda Maria sibuk berjalan kian kemari ke tempat-tempat yang telah dikuduskan oleh Tuhan kita dan membasahi tempat-tempat itu dengan airmatanya. Tetapi ketika suara terompet, orang-orang yang bergegas, dan gemerincing pasukan berkuda memaklumkan bahwa iring-iringan akan segera berangkat menuju Kalvari, Santa Perawan tak dapat menahan kerinduannya untuk melihat Putranya terkasih sekali lagi; ia mohon Yohanes untuk membawanya ke tempat yang pasti akan dilewati-Nya. Yohanes membimbingnya ke suatu istana yang pintu masuknya berada di jalan yang dilalui Yesus setelah Ia jatuh pertama kali; istana ini, aku yakin, adalah rumah kediaman Imam Besar Kayafas, yang balai pengadilannya terletak di bagian yang disebut Sion. Yohanes mohon dan mendapatkan ijin dari seorang hamba yang baik hati untuk berdiri di pintu masuk bersama Bunda Maria dan para perempuan yang menyertainya. Bunda Allah tampak pucat pasi, matanya sembab dan merah karena airmata, tubuhnya terbungkus rapat dalam balutan mantol berwarna abu-abu kebiruan. Teriak dan seruan cemooh dari khalayak ramai yang mengamuk terdengar jelas, juga bentara yang pada saat itu memaklumkan dengan suara lantang bahwa tiga penjahat akan segera disalibkan. Hamba itu membuka pintu, suara-suara yang mengerikan itu semakin lama semakin jelas terdengar, Bunda Maria jatuh berlutut. Setelah berdoa dengan khusuk, ia berpaling kepada Yohanes dan bertanya, “Haruskah aku tinggal? Ataukah sebaiknya aku pergi saja? Adakah aku memiliki kekuatan untuk menyaksikan pemandangan yang demikian?” Yohanes menjawab, “Bunda, jika engkau tidak tinggal dan melihat-Nya lewat, engkau akan menyesalinya di kemudian hari.” Karenanya, mereka tinggal dekat pintu, dengan mata menatap lekat pada arak-arakan yang masih berada di kejauhan dan bergerak maju perlahan. Ketika mereka yang membawa peralatan eksekusi mendekat, dan Bunda Yesus melihat wajah-wajah bengis penuh kemenangan, ia tak kuasa menahan perasaan hatinya, dijalin erat jari-jari kedua tangannya seolah memohon dengan sangat pertolongan dari surga. Melihat itu, seorang dari antara mereka bertanya kepada yang lain: “Siapakah perempuan itu yang berdukacita begitu rupa?” Temannya menjawab, “Ia adalah Bunda Orang Galilea itu.” Mendengar hal ini, orang-orang yang keji itu bukannya iba karena belas kasihan, malahan mereka mulai berolok-olok dengan dukacita Bunda yang paling berduka ini: mereka menunjuk-nunjuk kepadanya, salah seorang dari mereka mengambil paku-paku yang akan dipergunakan untuk memakukan Yesus pada salib dan memperlihatkannya kepada Santa Perawan dengan cara yang paling keji; tetapi Bunda Yesus memalingkan wajahnya, mengarahkan pandangannya kepada Yesus, yang semakin mendekat. Ia menyandarkan diri pada pilar untuk menopang tubuhnya, kalau-kalau ia tak sadarkan diri karena dukacita; sebab rona wajahnya putih bagaikan mayat dan bibirnya nyaris biru. Kaum Farisi yang menunggang kuda lewat, diikuti oleh anak laki-laki yang membawa prasasti, lalu Putra-Nya terkasih. Yesus hampir tenggelam di bawah beban berat salib-Nya, dan kepala-Nya, yang masih bermahkotakan duri, jatuh terkulai dalam sengsara di pundak-Nya. Yesus melemparkan tatapan belas kasih dan sengsara kepada BundaNya, terhuyung-huyung, dan jatuh untuk kedua kalinya di atas kedua tangan dan lutut-Nya. Bunda Maria sama sekali hancur luluh melihatnya; ia tak ingat apa-apa lagi; ia tak melihat baik para prajurit maupun para algojo; ia tak melihat siapa-siapa selain Putranya yang terkasih dan tersayang. Ia menghambur dari pintu ke tengah kerumunan massa yang sedang menganiaya serta menyiksa-Nya, jatuh berlutut di sisi Putranya lalu memeluk-Nya erat-erat. Kata-kata yang aku dengar hanyalah, “Putraku terkasih!” dan “Bunda!” tetapi aku tidak yakin apakah kata-kata ini sungguh diucapkan atau hanya ada dalam benakku saja.

Sejenak terjadi kebingungan. Yohanes dan para perempuan kudus berusaha membangkitkan Bunda Maria agar berdiri, para prajurit pembantu menghardiknya; seorang di antara mereka berkata, “Apa yang kau lakukan di sini, hai perempuan? Ia tidak akan berada dalam tangan kami andai Ia dididik dengan baik.”

Sebagian dari para prajurit tersentuh hatinya, dan walau mereka harus meminta Santa Perawan untuk minggir dan tidak menghalangi jalan, tak seorang pun berani menyentuhnya. Yohanes dan para perempuan kudus mengelilingi Bunda Maria yang jatuh lemas setengah tak sadarkan diri, tubuhnya roboh ke sebuah batu yang terletak dekat pintu masuk; di atas batu itulah jejak-jejak tangannya tertera. Batu yang sangat keras ini sesudahnya dipindahkan ke sebuah gereja Katolik pertama yang dibangun di Yerusalem, dekat Kolam Betsaida, pada masa St Yakobus Muda menjadi uskup kota itu. Kedua murid yang bersama Bunda Yesus membopongnya masuk ke dalam rumah, lalu pintu ditutup. Sementara itu, para prajurit pembantu telah menarik Yesus berdiri dan dengan sikap berbeda memerintahkan-Nya untuk memanggul salib. Lengan salib dilepaskan ikatannya dari badan salib dan dililitkan dengan tali-temali hingga Yesus dapat menahan potongan kayu itu dengan kedua lengan-Nya, dengan cara demikian berat badan salib sedikit terkurangi, karena badan salib lebih terseret ke tanah. Aku melihat banyak orang berdiri di sana sini dalam kelompok-kelompok, sebagian besar memuaskan nafsu jahat mereka dengan menghina Tuhan kita dengan berbagai macam cara, tetapi sekelompok kecil wanita berkedurung menangis terisak-isak.

Simon dari Kirene ~ Yesus Jatuh Ketiga Kali

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”