YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab XXIV
Interupsi Penglihatan Sengsara dengan Penampakan St. Yosef dalam Rupa Seorang Anak

Sepanjang penglihatan-penglihatan yang baru saja dikisahkan (yaitu mulai dari tanggal 18 Februari hingga 8 Maret), Sr Emmerick terus menderita segala sengsara, baik mental maupun fisik, yang diderita Tuhan kita. Ia sama sekali tenggelam dalam meditasi-meditasi ini dan seolah mati terhadap segala yang terjadi di sekelilingnya. Ia menangis serta mengerang bagaikan seorang yang berada dalam tangan-tangan algojo. Ia gemetar, menggigil, dan menggeliat di atas pembaringannya, sementara wajahnya serupa dengan seorang yang sedang sekarat akibat siksaan; keringat darah kerapkali menetes membasahi dada dan pundaknya. Sr Emmerick biasa berkeringat begitu deras hingga ranjang dan pakaiannya basah kuyup. Penderitaannya akibat rasa dahaga begitu ngeri, sungguh, ia dapat disamakan dengan seorang yang sekarat di padang gurun karena kehausan. Sesungguhnya, bibirnya kering dan pecah-pecah pada pagi hari, ludahnya kental dan lidahnya lekat ke langit-langit, hingga ia tak mampu berkata-kata, melainkan harus dengan isyarat dan gumaman mohon kelegaan. Demamnya yang terus-menerus mungkin diakibatkan oleh sakit hebat yang dideritanya. Di samping itu, ia juga seringkali menanggungkan ke atas dirinya, penyakit dan kemalangan sementara yang diderita oleh orang-orang lain. Senantiasa perlu baginya untuk beristirahat beberapa waktu lamanya sebelum melanjutkan kisah peristiwa-peristiwa Sengsara, pun tidak selalu ia dapat mengisahkan apa yang telah ia lihat, bahkan seringkali ia harus menghentikan kisahnya pada hari itu.

Sr Emmercik berada dalam keadaan menderita seperti itu pada hari Sabtu tanggal 8 Maret, dan dengan susah payah dan kesakitan menggambarkan penderaan Tuhan kita, yang ia lihat dalam penampakan malam sebelumnya, dan yang tampaknya tertanam dalam benaknya hampir sepanjang hari berikutnya. Tetapi, menjelang sore, sekonyong-konyong terjadi suatu perubahan, terjadi interupsi dalam rangkaian meditasi Sengsara yang belakangan ini susul-menyusul secara teratur. Kita akan menggambarkan interupsi ini, guna, pertama, memberikan kepada para pembaca suatu pemahaman yang lebih rinci mengenai kehidupan batin pribadi yang sangat luar biasa ini; dan kedua, guna memungkinkan para pembaca berhenti sejenak untuk mengistirahatkan pikiran, sebab aku tahu benar bahwa meditasi tentang Sengsara Tuhan kita melelahkan mereka yang lemah, bahkan meskipun mereka sadar bahwa demi keselamatan merekalah Ia menanggung sengsara dan wafat.

Kehidupan Sr Emmerick, dipandang dari segi spiritual maupun intelektualnya, senantiasa seirama dengan semangat Gereja pada masa-masa liturgi yang berbeda sepanjang tahun. Keserasian itu bahkan lebih kuat dari keserasian hidup alamiah manusia dengan musim-musim sepanjang tahun, atau dengan jam-jam dalam hari. Hal ini membuatnya menjadi (jika kita boleh mengungkapkannya) perwujudan nyata dari adanya, serta keanekaragaman intensi Gereja. Persatuannya dengan semangat Gereja begitu penuh, hingga segera sesudah suatu perayaan dimulai (yaitu sore hari), suatu perubahan yang sempurna terjadi atas dirinya, baik secara intelektual maupun spiritual. Segera sesudah matahari spiritual dari perayaan-perayaan Gereja ini terbenam, ia mengarahkan segenap akal budinya kepada apa yang akan terbit pada hari berikutnya, serta mengarahkan segenap doa, karya dan sengsaranya demi mendapatkan rahmat-rahmat istimewa yang terkandung dalam perayaan yang akan segera berlangsung, bagaikan tanaman yang menyerap titik embun dan yang bersukaria di bawah kehangatan dan terang sinar matahari pagi. Perubahan dalam dirinya ini, seperti yang dengan mudah dapat dilihat, tidak selalu terjadi tepat pada saat lonceng Angelus berdentang memaklumkan dimulainya suatu perayaan serta mengundang umat beriman untuk bersembah sujud; sebab lonceng ini seringkali, karena keacuhan ataupun kelalaian, dibunyikan pada waktu yang kurang tepat; tetapi perubahan-perubahan ini terjadi tepat pada saat suatu perayaan sungguh dimulai.

Jika Gereja merayakan suatu peristiwa sedih, Sr Emmerick tampak berduka, lemah dan nyaris tak berdaya; tetapi begitu perayaan suatu peristiwa gembira dimulai, baik jiwa maupun raganya hidup kembali, seolah disegarkan oleh embun-embun rahmat yang baru, dan ia tetap berada dalam keadaan tenang, damai dan bahagia, bebas dari segala bentuk penderitaan, hingga sore hari. Hal-hal ini terjadi dalam jiwanya di luar kehendaknya sendiri; tetapi, karena sejak ia masih muda benar telah memiliki semangat yang berkobar untuk taat kepada Yesus dan Gereja-Nya, Tuhan telah menganugerahkan kepadanya rahmat-rahmat istimewa ini yang memberinya fasilitas alamiah dalam mempraktekkan ketaatan. Segenap daya jiwanya diarahkan kepada Gereja, bagaikan sebatang tanaman, yang bahkan jika ditempatkan dalam ruang bawah yang gelap, secara alamiah akan mengarahkan daun-daunnya ke atas untuk mencari sinar.

Pada hari Sabtu, 8 Maret 1823, setelah matahari terbenam, Sr Emmerick dengan bersusah-payah menggambarkan peristiwa penderaan Tuhan kita, dan penulis beranggapan bahwa benaknya pastilah tenggelam dalam kontemplasi “Yesus dimahkota duri,” ketika sekonyong-konyong raut wajahnya, yang tadinya pucat dan kusut bagaikan seorang di ambang kematian, tiba-tiba bersinar dan tampak damai; ia berseru dengan nada membujuk, seolah berbicara kepada seorang anak kecil, “O, anak manis itu! Siapakah gerangan dia? - Sebentar, aku tanyakan padanya. Namanya Yosef. Ia menerobos di antara kerumunan orang banyak untuk datang kepadaku. Anak malang, ia tertawa; tidak mengerti sama sekali akan apa yang sedang terjadi. Alangkah tipis bajunya! Aku khawatir ia kedinginan, udara begitu dingin menggigit pagi ini. Sebentar, nak, biar kukenakan sesuatu padamu.” Setelah mengucapkan kata-kata ini dengan nada suara yang begitu wajar, hingga mustahil mereka yang ada di sana tidak melihat sekeliling dan berharap melihat seorang anak, ia mengambil sehelai baju yang ada di dekatnya, seperti yang akan dilakukan seorang yang baik hati yang hendak menghangatkan tubuh seorang anak malang yang menggigil kedinginan. Teman yang berdiri di samping ranjangnya tak punya cukup waktu untuk minta kepadanya menjelaskan kata-kata yang ia ucapkan itu, sehubungan dengan perubahan yang sekonyong-konyong terjadi, baik dalam penampilan maupun sikapnya, ketika pembantunya mengucapkan kata ketaatan - salah satu kaul dengan mana ia mempersembahkan dirinya kepada Tuhan kita. Segera ia tersadar kembali, dan bagaikan seorang anak yang taat terbangun dari suatu tidur yang pulas dan bersiap demi mendengar suara ibunya, ia mengulurkan tangannya, mengambil rosario dan salib yang senantiasa ada di sampingnya, merapikan pakaiannya, menggosok-gosok matanya, dan duduk. Ia lalu digendong dari pembaringannya ke sebuah kursi, sebab ia tak dapat berdiri ataupun berjalan. Karena waktu itu adalah saat merapikan tempat tidurnya, maka temannya pun meninggalkan kamar untuk menuliskan apa yang telah ia dengar sepanjang hari itu.

Pada hari Minggu, 9 Maret, sang teman bertanya kepada pembantunya apakah yang dimaksud Sr Emmerick sore sebelumnya ketika ia berbicara mengenai seorang anak bernama Yosef. Ia menjawab, “Ia berbicara lagi tentangnya berulang kali sepanjang sore kemarin. Yosef adalah putera sepupuku, dan merupakan anak kesayangannya. Aku khawatir kalau-kalau pembicaraannya yang begitu banyak tentang dia merupakan pertanda bahwa anak itu akan jatuh sakit, sebab berulang kali ia mengatakan bahwa anak malang itu hampir tanpa pakaian, dan pastilah ia kedinginan.”

Teman itu ingat kerap kali ia  melihat Yosef kecil bermain di ranjang Sr Emmerick, dan ia beranggapan bahwa Sr Emmerick bermimpi tentang anak itu hari sebelumnya. Ketika teman itu pergi menjumpainya beberapa waktu kemudian pada hari itu guna berusaha mendapatkan lanjutan kisah Sengsara, ia mendapati Sr Emmerick, di luar dugaannya, tampak lebih tenang dan kelihatan lebih sehat dari hari sebelumnya. Sr Emmerick mengatakan bahwa ia tak melihat apa pun setelah penderaan Tuhan kita; dan ketika temannya menanyakan perihal apa yang ia katakan mengenai Yosef kecil, ia sama sekali tak ingat telah mangatakannya. Temannya kemudian menanyakan bagaimana ia tampak begitu tenang, damai dan kelihatan sehat, ia menjawab, “Aku selalu merasa begitu apabila Minggu Keempat Prapaskah tiba, sebab Gereja bersama Yesaya memadahkan dalam antifon pembukaan Misa, `Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karenanya! supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu.' Karenanya, Minggu Keempat Prapaskah merupakan hari sukacita, dan mungkin engkau juga ingat bahwa dalam Injil hari ini, Gereja mengisahkan bagaimana Tuhan kita memberi makan lima ribu orang dengan lima ketul roti dan dua ekor ikan, dan potongan roti yang tersisa duabelas bakul banyaknya, sebab itu patutlah kita bersukacita.”

Sr Emmerick juga menambahkan bahwa Tuhan kita berkenan mengunjunginya hari itu dalam Komuni Kudus, dan bahwa ia senantiasa merasakan suatu penghiburan rohani istimewa apabila ia menerima-Nya pada hari istimewa tersebut. Temannya mengarahkan pandangannya pada kalender liturgi Keuskupan Münster dan mendapati bahwa pada hari itu mereka tidak saja merayakan Minggu Keempat Prapaskah, melainkan juga Pesta St. Yosef, bapa asuh Tuhan kita. Temannya tidak menyadari hal ini sebelumnya, sebab di tempat-tempat lain, Pesta St Yosef dirayakan pada tanggal 19 Maret; ia menyampaikan hal ini kepada Sr Emmerick dan bertanya apakah tak terpikir olehnya bahwa mungkin itulah sebabnya ia berbicara tentang St Yosef. Sr Emmerick menjawab ia tahu betul bahwa hari itu adalah pesta bapa asuh Yesus, tetapi ia tidak sedang memikirkan seorang anak dengan nama itu. Tetapi, sejenak kemudian, tiba-tiba ia teringat akan apa yang ada di benaknya sehari sebelumnya, dan menjelaskan kepada temannya bahwa saat Pesta St Yosef dimulai, penglihatannya akan peristiwa-peristiwa sedih Sengsara Yesus terhenti, digantikan oleh penglihatan-penglihatan yang sama sekali berbeda, di mana St Yosef menampakkan diri dalam rupa seorang anak kecil, dan kepadanyalah kata-kata yang kita ceritakan di atas ditujukan.

Kita ketahui bahwa apabila Sr Emmerick menerima komunikasi seperti ini, penglihatan seringkali dinyatakan dalam rupa seorang anak, teristimewa dalam perkara-perkara di mana seorang seniman biasa mempergunakan kiasan untuk mengungkapkan gagasannya. Jika, misalnya, penggenapan dari suatu nubuat Kitab Suci sedang diperlihatkan kepadanya, Sr Emmerick biasa melihat seorang anak di samping penglihatan tersebut; anak itu dengan jelas menunjukkan karakteristik pribadi atau nabi yang dimaksud, melalui jabatannya, jubahnya, dan cara bagaimana ia menggerak-gerakkan serta melambaikan tangannya, dan gulungan nubuat yang dilekatkan pada sebatang tongkat.

Terkadang, apabila ia sedang dalam kesakitan hebat, seorang anak yang elok parasnya, berpakaian hijau, dengan raut wajah tenang dan damai, akan datang, duduk di samping tempat tidurnya dalam sikap berserah diri kepada Allah, membiarkan dirinya diguncang-guncangkan, atau bahkan dihempaskan ke lantai, tanpa perlawanan sedikit pun, sambil terus menatap Sr Emmerick dengan penuh kasih serta menghiburnya. Apabila, ketika sedang terbaring tanpa daya karena penyakit dan penderitaan orang-orang lain yang ia tanggungkan atas dirinya, ia masuk dalam suatu komunikasi dengan seorang kudus, entah melalui keikutsertaannya dalam pesta orang kudus tersebut, atau melalui reliqui yang dibawakan kepadanya; terkadang ia melihat rangkaian peristiwa masa kanak-kanak orang kudus tersebut, dan di lain waktu peristiwa-peristiwa paling mengerikan dalam kemartirannya. Dalam penderitaannya yang paling dahsyat, biasanya ia dihibur, dinasehati, atau bahkan ditegur (tergantung situasi) melalui penampakan dalam rupa kanak-kanak. Terkadang, apabila sepenuhnya diliputi gelisah dan susah, ia akan tertidur, dan dalam imajinasi dihantar kembali pada peristiwa-peristiwa dan mara bahaya yang dialaminya saat kanak-kanak. Terkadang ia bermimpi, seperti tampak dari seruan dan gerak-gerik tubuhnya, bahwa ia kembali menjadi seorang gadis kecil desa berumur lima tahun, memanjat suatu pagar tanam-tanaman, tersangkut di belukar dan menangis ketakutan.

Penglihatan dari masa kanak-kanaknya selalu merupakan peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi, dan kata-kata yang meluncur dari mulutnya menyatakan apa yang ada dalam benaknya. Ia akan berseru (seolah mengulang perkataan orang lain), “Mengapa kau berteriak-teriak seperti itu?” “Aku tidak akan menahan pagar ini sampai engkau tenang dan memintanya dengan manis kepadaku.” Ia taat pada perintah ini semasa ia kanak-kanak dan tersangkut di pagar tanaman, dan ia tetap taat pada pola yang sama saat ia dewasa dan menderita pencobaan-pencobaan yang paling berat. Seringkali ia berbicara dan berkelakar mengenai pagar berduri itu, dan kesabaran serta doa yang diajarkan kepadanya, yang merupakan teguran di kehidupan selanjutnya, pengajaran yang seringkali dilalaikannya, tetapi yang tak pernah mengecewakannya apabila ia mengandalkannya. Peristiwa simbolis dari masa kanak-kanaknya ini dan juga dari tahun-tahun sesudah ia dewasa menunjukkan bahwa dalam pribadi manusia pada umumnya, mungkin didapati naluri kenabian. Tetapi, dalam pribadi tersebut, dan juga dalam pribadi umat manusia pada umumnya, dianugerahkan Naluri Ilahi dalam Pribadi Penebus kita, agar keduanya, dengan berjalan mengikuti langkah-Nya dan dengan bimbingan-Nya, dapat melampaui kodrat manusia dan mencapai kebijaksanaan sempurna serta kasih sejati terhadap Tuhan dan manusia. Dengan demikian terjadilah kehendak Tuhan di atas bumi seperti di dalam surga, dan bahwa kerajaan-Nya didapatkan oleh “orang-orang yang berkehendak baik.”

Kemudian ia menceritakan secara singkat penglihatan-penglihatan yang pada malam sebelumnya, saat dimulainya Pesta St. Yosef, menginterupsi penglihatan-penglihatannya akan Sengsara Kristus.

Gambaran tentang Penampilan Pribadi Santa Perawan

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”