St. Fransiskus Choe Kyong-Hwan dan B. Maria Yi Seong-Rye
St. Fransiskus Choe Kyong-Hwan (1805-1839) dan B. Maria Yi Seong-Rye (1801-1839) hidup dalam masa penganiayaan yang kejam terhadap umat Kristen di Korea. Kyong-Hwan membawa keluarganya ke sebuah desa di Gunung Suri. Ia mengajarkan iman kepada penduduk setempat dan membangun komunitas Kristen. Pada bulan Juli 1839 sekitar 100 orang Kristen ditangkap, Kyong-Hwan berkata: "…akan lebih baik jika mati di penjara di Hanyang. Mati ketika memberi kesaksian di penjara adalah kemartiran sejati." Saat diminta mengingkari iman, ia berkata, "Berani sekali Anda meminta saya untuk mengkhianati Gereja. Perselingkuhan di antara orang-orang biasa dianggap sebagai sesuatu yang salah. Apalagi melakukan pengkhianatan kepada Allah!" Banyak dari mereka yang tidak kuat menahan siksaan dan akhirnya menyangkal agama kecuali tiga orang yaitu Fransiskus, istrinya, dan kerabatnya yaitu Emerentia Yi. Ia harus banyak menanggung siksaan: tusukan-tusukan paku pada dagingnya, lebih dari 340 deraan pada tubuhnya, dan 110 pukulan gada pada tulang keringnya. Begitu dalam rasa hormatnya terhadap Sakramen Imamat, hingga dia dengan gigih menolak upaya para penyiksa untuk mengenakan mitra dan kasula (santo) Uskup Laurent Imbert yang dipenjarakan. Kyong-Hwan wafat pada malam 11-12 September 1839 dalam usia 35 tahun.
Tekad iman Seong-rye terguncang sebab memikirkan bayinya yang sekarat kelaparan di penjara dan keempat anak kecilnya, sementara si sulung sudah di seminari di Macau. Dia memutuskan mengingkari iman demi anak-anaknya. Setelah dibebaskan, dia menyesali pilihannya; dia menyerahkan anak-anaknya kepada sanak keluarga, memberikan cium selamat tinggal dan menyerahkan diri kepada pihak berwenang untuk dimartir seperti suaminya. Ia wafat dipenggal 29 Desember 1839. Putra mereka, Venerabilis Thomas Choe Yang-eop (1821-1861), menjadi imam pribumi kedua di Korea. Santo Fransiskus Choe Kyong-Hwan dikanonisasi oleh Paus Yohanes Paulus II pada tahun 1984 dan Beata Maria Yi Seong-Rye dibeatifikasi oleh Paus Fransiskus pada tahun 2014.
.
Diperkenankan menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|