YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Tiga Macam Uskup
oleh: Romo William P. Saunders *
Mgr Johanes Hadiwikarta
Uskup Diosesan Keuskupan Surabaya

Saya senantiasa bertanya-tanya apakah perbedaan antara Uskup Biasa, Uskup Auksilier dan Uskup Koajutor. Mohon penjelasan.
~ seorang pembaca di Springfield

Yesus Kristus mempercayakan kuasa-Nya kepada para rasul-Nya. Menjelang Kenaikan-Nya ke surga, Ia berkata kepada mereka, Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat 28:18-20). Dengan perkataan-Nya ini, Kristus menguasakan kepada mereka ketiga jabatan-Nya, yaitu sebagai imam, nabi dan raja, dengan tugas menguduskan, mengajar dan memimpin. Dipenuhi karunia-karunia Roh Kudus yang luar biasa, yang dicurahkan atas mereka pada hari Pentakosta, para rasul melaksanakan jabatan-jabatan ini dan menjalankan kuasa yang dipercayakan Kristus kepada mereka.

Para rasul, yakni para uskup pertama, mewariskan jabatan dan kuasa mereka kepada para penerus mereka melalui Sakramen Imamat. Karenanya, ketika seorang imam ditahbiskan sebagai seorang uskup, ia menerima kepenuhan Sakramen Imamat, yaitu kepenuhan jabatan dan kuasa yang dipercayakan kepada para rasul. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja dari Konsili Vatikan II menyatakan, “jadi dalam diri para uskup, yang dibantu oleh para imam, hadirlah di tengah umat beriman Tuhan Yesus Kristus, Imam Agung tertinggi” (no 21). Patut diingat bahwa Gereja Katolik kita memiliki garis lurus suksesi apostolik yang tak terputus, artinya bahwa jabatan dan kuasa yang dianugerahkan Kristus kepada para rasul (para uskup pertama) diwariskan kepada para uskup penerus mereka, dari para uskup sebelumnya kepada para uskup sesudahnya, selama berabad-abad hingga saat ini.

Seorang uskup diserahi kepercayaan oleh Bapa Suci untuk menggembalakan umat beriman di suatu tempat atau wilayah tertentu yang disebut keuskupan atau dioses. Sebagai contoh, Uskup J. Hadiwikarta mengemban tanggung-jawab atas penggembalaan umat beriman di Keuskupan Surabaya. Sementara Paus memiliki kuasa penuh, tertinggi dan universal serta memiliki wewenang yurisdiksi atas Gereja semesta, seorang uskup memiliki kuasa dan wewenang yurisdiksi atas keuskupannya sendiri: “kuasa, yang mereka (para uskup) jalankan sendiri atas nama Kristus itu, bersifat pribadi, biasa dan langsung, walaupun penggunaannya akhirnya diatur oleh kewibawaan tertinggi Gereja…” (no 27). Sebab itu, uskup dari suatu keuskupan atau dioses secara teknis disebut sebagai “Uskup Diosesan” atau “Uskup Ordinaris (= biasa)”.

Uskup, yang bertindak sebagai penerus para rasul, sungguh merupakan Wakil Kristus dan lambang kesatuan, baik dalam Gereja Partikular (= keuskupan) maupun dalam Gereja universal. Setiap uskup wajib melaksanakan ketiga jabatan sebagai imam, nabi dan raja dengan tugas menguduskan, mengajar dan memimpin. Uskup sebagai “pengurus rahmat imamat tertinggi” (no 26) wajib menguduskan umatnya melalui perayaan sakramen-sakramen, teristimewa Ekaristi Kudus. Sebagai seorang nabi, uskup wajib mewartakan Injil, mengajar sebagai saksi sejati kebenaran yang ilahi dan Katolik (no 24) serta melaksanakan kegiatan-kegiatan katekese dalam keuskupan. Seturut teladan Yesus, Gembala Yang Baik, uskup juga wajib menggembalakan “dengan petunjuk-petunjuk, nasehat-nasehat dan teladan mereka, tetapi juga dengan kewibawaan dan kuasa suci. Kuasa itu hanyalah mereka gunakan untuk membangun kawanan mereka dalam kebenaran dan kesucian, dengan mengingat bahwa yang terbesar hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan” (#27). Sembari senantiasa ingat akan panggilannya untuk melayani bagaikan seorang gembala menggembalakan kawanan dombanya, uskup wajib memberikan perhatian terhadap kebutuhan-kebutuhan umat beriman yang dipercayakan kepadanya, bahkan memperluas perhatiannya juga terhadap mereka yang tidak mempraktekan agamanya lagi dan terhadap para saudara yang tidak berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja Katolik, dan terhadap mereka dari kalangan agama-agama lain, ia wajib bersikap ramah dan penuh kasih (Kitab hukum Kanonik, no 383).

Seringkali, dalam suatu keuskupan yang memiliki populasi umat Katolik yang besar atau dalam keuskupan yang meliputi suatu wilayah yang luas, uskup dibantu oleh seorang atau lebih uskup auksilier. Seorang Uskup Auksilier ditunjuk oleh Bapa Suci atas permintaan Uskup Diosesan guna membantunya dalam memimpin keuskupan dan mewakilinya apabila ia absen atau berhalangan (no 403, 405). Uskup Auksilier bekerjasama secara harmonis dengan Uskup Diosesan (no 407.3).

Uskup Koajutor sama seperti Uskup Auksilier, hanya saja ia memiliki hak suksesi. Apabila Uskup Diosesan mengundurkan diri dari jabatannya, atau apabila ia wafat, Uskup Koajutor berhak menggantikannya (no 403.3).

Uskup Diosesan, Uskup Auksilier dan Uskup Koajutor merupakan istilah teknis dalam jabatan uskup, hal yang terpenting adalah bahwa seorang uskup merupakan seorang penerus para rasul yang diserahi jabatan dan kuasa yang sama seperti yang dipercayakan Kristus kepada para rasul.

* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and dean of the Notre Dame Graduate School of Christendom College.
sumber : “Straight Answers: Three Kinds of Bishops” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2002 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”