![]() |
![]() Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Anda Bertanya, Kami Menjawab
![]() ![]() ![]() Siapa Sesungguhnya yang Membunuh Yesus?
![]() oleh: Romo William P. Saunders *
![]() ![]() Banyak kontroversi muncul atas pertanyaan, “Siapa yang membunuh Yesus?” sehubungan dengan luar biasanya pengaruh film Mel Gibson, “The Passion of the Christ” (Sedikit tambahan, silakan menonton film tersebut. The Passion of the Christ akan mengubah cara kita berdoa Jalan Salib atau pun Peristiwa-peristiwa Sedih Rosario. Harap diperhatikan bahwa film tersebut tidak direkomendasikan bagi anak-anak di bawah usia 12 tahun).
Pertama-tama, kita perlu melihat masalah ini dari segi sejarah, yaitu, apa yang terjadi dan siapa yang melakukannya. Injil menyebutkan bahwa para pemimpin agama bangsa Yahudi bersekongkol untuk membunuh Kristus. Sebagai contoh, setelah Yesus memasuki kota Yerusalem pada hari Minggu Palma, Injil mencatat, “Pada waktu itu berkumpullah imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi di istana Imam Besar yang bernama Kayafas, dan mereka merundingkan suatu rencana untuk menangkap Yesus dengan tipu muslihat dan untuk membunuh Dia” (Mat 26:3-4). Dalam pertemuan Sanhedrin, beberapa orang Farisi mengungkapkan kekhawatiran mereka, “Apakah yang harus kita buat? Sebab orang itu membuat banyak mujizat. Apabila kita biarkan Dia, maka semua orang akan percaya kepada-Nya dan orang-orang Roma akan datang dan akan merampas tempat suci kita serta bangsa kita” (Yoh 11:47-48). Dalam pertemuan yang sama, Kayafas memaklumkan, “Kamu tidak insaf, bahwa lebih berguna bagimu, jika satu orang mati untuk bangsa kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa” (Yoh 11:50). Ya, para penguasa tertentu bangsa Yahudi bertanggung jawab atas wafat Kristus; namun demikian, tak seorang pun dapat dengan adil menyalahkan seluruh bangsa Yahudi ataupun keturunan mereka.
Pilatus, Penguasa Romawi, memegang kuasa atas hidup dan mati. Meskipun para penguasa bangsa Yahudi menjatuhkan hukuman mati kepada Kristus karena tuduhan hujat, mereka tidak memiliki kuasa untuk melaksanakan hukuman tersebut dan mengakuinya di hadapan Pilatus, “Kami tidak diperbolehkan membunuh seseorang” (Yoh 18:31). Jadi, mereka mengubah tuduhan saat Ia dihadapkan kepada Pilatus: “Telah kedapatan oleh kami, bahwa orang ini menyesatkan bangsa kami, dan melarang membayar pajak kepada Kaisar, dan tentang diri-Nya Ia mengatakan, bahwa Ia adalah Kristus, yaitu Raja” (Luk 23:2). Menyatakan diri sebagai raja dan memicu pemberontakan berarti menempatkan diri melawan Kaisar, suatu kejahatan yang dapat diganjari dengan penyaliban. Pada akhirnya, Pilatus yang cemas akan timbulnya pemberontakan, menyerah pada teriakan-teriakan khalayak ramai - “Salibkan Dia, salibkan Dia” - dan mengabaikan keyakinan isterinya pun keyakinannya sendiri bahwa Kristus tidak bersalah. Ia memerintahkan penyaliban. Dengan demikian, Pilatus juga bertanggung jawab atas wafat Kristus; namun demikian, tak seorang pun dapat dengan adil menyalahkan seluruh bangsa Romawi ataupun keturunan mereka, yaitu kaum kafir.
Yudas, juga, berperan penting dalam wafat Kristus, dengan mengkhianati Dia serta menyerahkan-Nya demi tigapuluh uang perak (bdk. Mat 26:14-16). Apakah kita juga akan memperluas tuduhan kepada semua rasul, sebab Yudas adalah salah seorang dari mereka? Tentu saja tidak.
Memang, bukti-bukti sejarah mendakwa pribadi-pribadi tertentu. Tetapi, dari sudut pandang teologi, dari mata iman, Yesus sengsara, wafat dan bangkit adalah sesuai dengan rencana keselamatan Allah. Setelah Pentakosta, St. Petrus dan St. Yohanes memaklumkan, “Sebab sesungguhnya telah berkumpul di dalam kota ini Herodes dan Pontius Pilatus beserta bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa Israel melawan Yesus, Hamba-Mu yang kudus, yang Engkau urapi, untuk melaksanakan segala sesuatu yang telah Engkau tentukan dari semula oleh kuasa dan kehendak-Mu” (Kis 4:27-28). Sengsara dan wafat Kristus menggenapi nubuat akan hamba Mesias yang menderita seperti dinubuatkan oleh Yesaya: “Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian” (Yes 53:4-6). Kristus dengan sukarela menanggungkan atas Diri-Nya Sendiri segala beban dosa kita, dan sebagai imam, Ia mempersembahkan Diri-Nya Sendiri sebagai kurban silih yang sempurna bagi dosa-dosa kita. Melalui sengsara, wafat dan kebangkitan-Nya, Kristus mengalahkan dosa dan maut, membuka pintu gerbang surga guna memberikan kepada kita harapan akan kehidupan kekal.
Jadi, siapakah yang hendak kita persalahkan? Sesungguhnya, ajaran resmi Gereja telah jelas, yaitu bahwa kita tidak mempersalahkan segenap bangsa Yahudi pada jaman Kristus ataupun segenap bangsa Yahudi hingga sekarang. Pernyataan Konsili Vatikan II tentang Hubungan Gereja dengan Agama-agama Bukan Kristiani dan Kebebasan Beragama (“Nostra Aetate”) menyatakan, “Apa yang telah dijalankan selama Ia menderita sengsara tidak begitu saja dapat dibebankan sebagai kesalahan kepada semua orang Yahudi yang hidup ketika itu atau kepada orang Yahudi zaman sekarang…. Orang-orang Yahudi jangan digambarkan seolah-olah dibuang oleh Allah atau terkutuk, seakan-akan itu dapat disimpulkan dari Kitab Suci” (No. 4). Pernyataan tersebut mengutuk tindak aniaya dan sikap anti-Yahudi, bukan hanya karena kesamaan warisan yang dimiliki antara umat Kristiani dengan bangsa Yahudi, tetapi juga karena tindakan yang demikian bertentangan dengan belas kasih Kristiani.
Jika demikian, adakah yang kita salahkan? Ya. Kita menyalahkan diri kita sendiri. Kita menyalibkan Kristus melalui dosa-dosa kita. Seperti dikutip dalam Katekismus Greja Katolik (no. 598), Cathechismus Romanus Konsili Trente dengan jelas mengajarkan bahwa “Tanggung jawab ini terutama mengenai mereka, yang berkali-kali jatuh ke dalam dosa. Oleh karena dosa-dosa kita menghantar Kristus Tuhan kita kepada kematian di kayu salib, maka sesungguhnya, mereka yang bergelinding dalam dosa dan kebiasaan buruk, `menyalibkan lagi Anak Allah dan menghina-Nya di muka umum' (Ibr 6:6) - satu kejahatan, yang nyatanya lebih berat lagi daripada kejahatan orang-orang Yahudi. Karena mereka ini, seperti yang dikatakan sang Rasul, `tidak menyalibkan Tuhan yang mulia, kalau sekiranya mereka mengenal-Nya' (1 Kor 2:8). Tetapi kita mengatakan, kita mengenal Dia, walaupun demikian kita seolah-olah menganiaya-Nya waktu kita menyangkal-Nya dengan perbuatan kita (Catech. R. 1,5,11)”
Sementara Pekan Suci semakin dekat, kiranya kita merenungkan keterlibatan kita sendiri dalam sengsara Kristus. Luangkanlah waktu untuk berdoa, teristimewa Jalan Salib dan Peristiwa-peristiwa Sedih Rosario. Luangkanlah waktu untuk memeriksa batin dan menerima sakramen pengakuan dosa. Luangkanlah waktu untuk, tidak hanya menyaksikan film The Passion of the Christ, tetapi juga membaca kisah-kisah sengsara dalam Injil. Maka, dengan rahmat Tuhan, kita akan diperbaharui dalam iman dan siap merayakan kemulian Paskah.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
![]() sumber : “Straight Answers: Who Really Killed Jesus?” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|
![]() |