Medali Wasiat
oleh: P. William P. Saunders *
Saya menerima Medali Wasiat sebagai hadiah Krisma. Darimana medali ini berasal dan apa maknanya?
~ seorang siswa kelas delapan di Sterling
Kisah Medali Wasiat berawal dari penampakan Bunda Maria kepada St Katarina Laboure, seorang novis di rumah induk Suster-suster Puteri Kasih di Paris (yang masih berdiri hingga sekarang di 140 Rue du Bac). St Katarina (1806-1876, dikanonisasi 1947) adalah puteri seorang petani, yang kesembilan dari sebelas bersaudara. Ketika usianya delapan tahun, ibunya meninggal dunia. Bahkan dalam usia yang masih amat belia, St Katarina telah menunjukkan kasih yang istimewa kepada Bunda Maria. Sepeninggal ibunya, St Katarina memanjat sebuah kursi agar dapat menggapai patung Bunda Maria di rumah mereka. Ia mendekapkan patung itu ke dadanya sembari berkata, “Sekarang, Bunda Maria terkasih, engkau akan menjadi ibuku.” Ia diserahi tugas mengurus rumah tangga, dan karena itu ia tidak dapat mengenyam pendidikan formal di sekolah. (Saudara yang bungsu menderita cacad dan membutuhkan perhatian terus-menerus.) Pada tanggal 22 Januari 1830, dalam usia 24 tahun, St Katarina menggabungkan diri dengan Suster-suster Puteri Kasih yang didirikan oleh St Vincentius de Paul.
Pada malam hari 18 Juli 1830, St Katarina melihat Bunda Maria duduk di tempat paduan suara di kapel rumah induk. St Katarina sendiri mencatat peristiwa tersebut, yang diberinya judul, “Percakapan bulan Juli dengan Santa Perawan, dari pukul 11.30 malam hari tanggal 18 hingga pukul 1.30 dini hari tanggal 19, pada pesta St Vincentius.” Sepanjang waktu itu, Bunda Maria berbicara kepadanya dan menyampaikan beberapa nubuat yang di kemudian hari terbukti menjadi kenyataan. Bunda Maria mengatakan, “Anakku, Allah yang baik hendak menugasimu dengan suatu misi. Engkau akan banyak menderita, tetapi engkau akan mengatasi penderitaan-penderitaan ini dengan merenungkan bahwa apa yang engkau lakukan adalah demi kemuliaan Allah. Engkau akan mengetahui apa yang dikehendaki Allah yang baik. Engkau akan menderita hingga engkau mengatakan kepada dia yang ditugasi untuk membimbingmu. Engkau akan ditentang tetapi, janganlah takut, engkau akan beroleh rahmat. Katakanlah dengan penuh kepercayaan segala yang terjadi dalam dirimu; katakan dengan bersahaja. Percayalah. Jangan takut.”
Pada tanggal 27 November 1830, Bunda Maria kembali menampakkan diri kepada St Katarina sekitar pukul 5.30 petang, sementara Katarina bermeditasi bersama komunitas. St Katarina menggambarkan apa yang dilihatnya, “Santa Perawan berdiri. Tingginya sedang; ia mengenakan busana serba putih. Gaunnya seputih fajar, dibuat dalam model a la vierge, yaitu, leher tinggi dan lengan-lengan baju yang sederhana. Sebuah kerudung putih menutup kepala dan jatuh terjuntai di samping kedua kaki. Di bawah kerudung, rambutnya, yang tergelung, diikat dengan sebuah ikat rambut berhias renda, sekitar tiga sentimeter tingginya atau dua jari lebarnya, tanpa lipit, yang bertengger ringan di atas rambut. Wajahnya terlihat jelas, malahan terlihat amat jelas, dan begitu cantik jelita hingga rasanya mustahil bagiku untuk menggambarkan keelokannya yang teramat menawan. Kedua kakinya berpijak di atas sebuah bola dunia putih, maksudnya setengah bola dunia, atau setidaknya aku melihatnya hanya setengah. Ada juga seekor ular, berwarna hijau dengan tutul-tutul kuning. Kedua tangannya terangkat setinggi perut dan memegang, dengan cara yang amat rileks dan seolah mempersembahkan kepada Allah, sebuah bola emas dengan salib emas kecil dipuncaknya, yang melambangkan dunia. Matanya sekarang terarah ke surga, dan sekarang terarah ke bawah. Wajahnya elok jelita tiada tara hingga tak mampu aku menggambarkannya. Sekonyong-konyong, aku melihat cincin-cincin pada jari-jemarinya, tiga cincin di masing-masing jari, yang terbesar dekat pangkal jari, yang berukuran sedang di tengah, yang terkecil di ujung. Masing-masing cincin bertahtakan permata, sebagian lebih indah dari yang lain; permata-permata yang lebih besar memancarkan berkas-berkas sinar yang lebih besar sementara permata-permata yang lebih kecil memancarkan berkas-berkas sinar yang lebih kecil; berkas-berkas cahaya dari segala penjuru membanjiri bagian bawah, sehingga aku tak dapat lagi melihat kaki Santa Perawan.”
Bunda Maria kemudian menjelaskan kepada St Katarina simbolisme sehubungan dengan penampakannya: “Bola ini yang engkau lihat melambangkan seluruh dunia, khususnya Perancis, dan setiap orang secara istimewa. [Sinar-sinar kemilau] adalah lambang rahmat-rahmat yang aku limpahkan atas mereka yang memohonnya. Permata-permata yang darinya tidak terpancar sinar adalah rahmat-rahmat yang lupa dimohonkan oleh jiwa-jiwa.” Sebuah bingkai yang sedikit oval mengelilingi Bunda Maria, di atasnya tertulis kata-kata dalam huruf-huruf emas: “O Maria, yang dikandung tanpa dosa, doakanlah kami yang berlindung padamu.” Gambar ini dengan jelas mengidentifikasikan Bunda Maria sebagai Yang Dikandung Tanpa Dosa dan Mediatrix (= Perantara) Rahmat. Pada tahun 1854, Beato Paus Pius IX secara khidmad memaklumkan Dogma Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa, yakni “… bahwa perawan tersuci Maria sejak saat pertama perkandungannya oleh rahmat yang luar biasa dan oleh pilihan Allah yang Mahakuasa karena pahala Yesus Kristus, Penebus umat manusia, telah dibebaskan dari segala noda dosa asal…” (Ineffabilis Deus).
Bunda Maria kemudian memerintahkan kepada St Katarina agar sebuah medali dibuat seturut gambar ini. Di sisi belakang medali hendaknya terdapat sebuah M yang besar dengan sebuah palang dan sebuah salib di puncaknya; di bawah M terdapat Hati Yesus dimahkotai duri, dan Hati Maria ditembusi sebilah pedang. Bunda Maria juga mengatakan, “Mereka semua yang mengenakan medali ini akan menerima rahmat-rahmat istimewa; hendaknya mereka mengenakannya pada leher. Rahmat akan dicurahkan secara berlimpah ruah kepada mereka yang mengenakannya dengan penuh kepercayaan.” Dengan persetujuan Uskup Agung de Quelen dari Paris, 1500 medali pertama dibuat pada tanggal 30 Juni 1832. Oleh karena banyaknya anugerah yang diterima umat beriman, medali ini segera dikenal sebagai ajaib, “Miraculous Medal” atau “Medali Wasiat”. Setelah suatu penyelidikan kanonik di Paris (1836) mengenai penampakan, medali dimaklumkan sebagai berasal dari yang adikodrati.
Salah satu dari mukjizat yang paling terkenal seputar medali wasiat adalah pertobatan yang serta merta dari seorang Yahudi yang atheis bernama Alphonse Ratisbonne. Ia adalah putera dan ahli waris dari sebuah keluarga aristokrat bankir Yahudi yang kaya raya di Strasbourg, Perancis. Setelah kakak laki-lakinya memeluk agama Katolik dan menjadi seorang imam, dan keluarganya tak mau lagi mengakuinya, Ratisbonne memendam kebencian mendalam terhadap Katolik. Ketika di Roma, Ratisbonne bertemu dengan Baron de Bussieres - saudara laki-laki dari salah seorang sahabat dekatnya-. Sang baron, seorang Katolik yang saleh, menantang Ratisbonne untuk mengenakan medali wasiat dan mendaraskan sebuah doa singkat setiap hari kepada Bunda Maria; jika tidak terjadi sesuatu, maka sungguhlah tidak ada “takhayul yang menjijikkan” itu, sebagaimana Ratisbonne biasa menyebutnya. Ratisbonne menerima tantangan. Pada tanggal 20 Januari 1842, pada hari terakhir masa tinggalnya di Roma, sang baron dan Ratisbonne berhenti di Gereja St Andrea delle Fratte. Segera saja, Ratisbonne merasakan suatu gejolak rohani. Ia melihat suatu cahaya terang benderang yang memenuhi kapel Malaikat Agung St Mikhael. Katanya, “Aku melihat seseorang berdiri di altar, suatu sosok bercahaya yang mulia, sepenuhnya agung dan menawan, Santa Perawan Maria sebagaimana ia digambarkan dalam medali ini. Suatu kuasa yang tak terelakkan menarikku kepadanya. Ia mengatakan kepadaku untuk berlutut dan ketika aku melakukannya, ia tampak senang. Meski ia tiada pernah mengatakan sepatah kata pun, aku memahaminya sepenuhnya. … Aku di sana, berlutut, berurai airmata. … Aku mengambil medali … dan mencium penuh kasih gambar Santa Perawan yang bercahaya dalam rahmat. Sungguh, itu dia!” Tak lama sesudah peristiwa itu, Ratisbonne dibaptis, dan kemudian ditahbiskan menjadi seorang imam. Pertobatan yang sekonyong-konyong dari seorang yang tersohor ini membantu mendorong Tahta Suci untuk segera memberikan persetujuan resmi kepausan atas medali.
Mengenai Medali Wasiat, Pater Rene Laurentin, salah seorang Mariolog terbesar dalam jaman kita, mengatakan, “Bagian depan menyatakan terang, penerangan Tuhan atas dia yang telah dipilih-Nya sebagai model keselamatan yang ditawarkan kepada segenap umat manusia dalam Yesus Kristus, agar semuanya menjadi terang dalam terang-Nya. Bagian belakang menyatakan wajah keras dan tersembunyi dari pesan: kasih dan Salib, sumber keselamatan, sebagaimana digambarkan oleh Sengsara Tuhan kita dan Belas Kasih Bunda Maria agar semua orang diundang untuk ikut ambil bagian.” Sementara kita merayakan Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa pada tanggal 8 Desember, dan mengenangkan penampakan Bunda Maria kepada Katarina Laboure, marilah kita mengarahkan hati kepada Bunda Maria, yang senantiasa rindu menghantar kita untuk terlebih akrab dengan Putra Ilahinya, Juruselamat kita Yesus Kristus. Dengan doa-doa serta teladannya, kiranya Santa Perawan Maria, yang penuh rahmat dan dikandung tanpa dosa, membimbing kita di sepanjang jalan kekudusan.
* Fr. Saunders is pastor of Our Lady of Hope Church in Potomac Falls and a professor of catechetics and theology at Notre Dame Graduate School in Alexandria.
sumber : “Straight Answers: The Miraculous Medal” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2005 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
|