YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab L
Tubuh Yesus Diturunkan dari Salib


Pada saat semua orang telah meninggalkan daerah sekitar Salib, dan hanya beberapa prajurit saja yang masih berjaga di sana, aku melihat lima orang, yang aku pikir adalah para murid yang datang dari Betania dengan melintasi lembah. Mereka mendekati Kalvari, memandang beberapa saat lamanya ke arah Salib, dan kemudian pergi diam-diam. Di Kalvari, tiga kali aku bertemu dengan dua orang yang sedang melakukan pemeriksaan dan dengan bersemangat saling bertukar pikiran. Kedua orang ini adalah Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus. Pertama kali adalah saat Penyaliban (mungkin ketika mereka berusaha mendapatkan kembali pakaian Yesus dari para prajurit); mereka berada tak jauh dari Kalvari. Kedua kalinya adalah ketika, setelah melihat apakah khalayak ramai telah pergi, mereka pergi ke makam guna melakukan persiapan. Ketiga kalinya adalah ketika mereka kembali dari makam ke tempat Salib berada, saat mereka mengamat-amati sekeliling dengan seksama, seolah menanti saat yang tepat, lalu saling merundingkan bagaimana sebaiknya mereka menurunkan tubuh Tuhan kita dari Salib; sesudah itu mereka kembali ke kota.

Perhatian mereka selanjutnya adalah melakukan persiapan untuk membawa segala barang yang diperlukan untuk mengurapi tubuh Yesus. Para hamba mereka membawa serta perkakas untuk melepaskan tubuh Yesus dari Salib, juga dua tangga yang mereka temukan di suatu gudang dekat rumah Nikodemus. Masing-masing tangga terdiri dari sepotong galah, yang pada jarak-jarak tertentu dipasangi palang-palang kayu melintang, sehingga membentuk anak-anak tangga. Terdapat kait-kait yang dapat ditancapkan di bagian mana saja pada galah. Kait-kait ini berfungsi untuk memperkokoh tangga, atau pun juga, mungkin, sebagai cantelan untuk menggantungkan barang-barang yang diperlukan untuk bekerja.

Perempuan, dari mana Yusuf dan Nikodemus membeli rempah-rempah, telah membungkus semuanya dengan rapi. Nikodemus telah membeli seratus pon akar-akaran, yang jumlahnya kurang lebih setara dengan tigapuluh tujuh pon ukuran kita, seperti yang telah dijelaskan kepadaku. Mereka membawa rempah-rempah itu dalam tong-tong kecil yang terbuat dari kulit kayu, yang mereka gantungkan sekeliling leher mereka dan menempel di dada mereka. Satu di antara tong-tong ini berisi semacam bubuk. Ada pula beberapa kantong ramu-ramuan dalam tas-tas yang terbuat dari perkamen atau kulit; Yusuf membawa sekotak minyak urapan, tetapi aku tidak tahu dari bahan apa kotak itu dibuat. Para hamba membawa bejana-bejana, botol-botol kulit, bunga-bunga karang dan perkakas dalam semacam tandu; pula mereka membawa api dalam sebuah lentera tertutup. Mereka pergi meninggalkan kota mendahului tuan mereka, melalui suatu gerbang lain (mungkin gerbang Betania), lalu mengarahkan langkah-langkah mereka menuju Bukit Kalvari. Sementara berjalan melintasi kota, mereka melewati rumah di mana Santa Perawan, St Yohanes, dan para perempuan kudus pergi untuk mencari barang-barang lainnya yang diperlukan untuk mengurapi tubuh Yesus. Dalam jarak tertentu, Yohanes dan para perempuan kudus mengikuti para hamba itu. Para perempuan kudus berjumlah kurang lebih lima orang, sebagian dari mereka dengan balutan-balutan tebal kain lenan di bawah mantol mereka. Merupakan kebiasaan para perempuan, apabila mereka keluar pada sore hari, atau jika bermaksud hendak melakukan suatu tindak kesalehan secara diam-diam, mereka membalut tubuh mereka dengan seksama dengan kain panjang yang lebarnya sekurang-kurangnya satu yard. Mereka mulai dengan satu tangan, lalu membalutkan kain lenan rapat-rapat sekeliling tubuh mereka hingga mereka tidak dapat berjalan tanpa kesulitan. Aku melihat mereka terbungkus rapat seperti ini, dan kain itu tidak hanya dibalutkan hingga ke kedua tangan, tetapi juga menyelubungi kepala mereka. Pada masa sekarang, busana semacam ini amat mencolok mata, sungguh suatu busana duka. Yusuf dan Nikodemus juga dalam busana kabung; mereka mengenakan busana berlengan hitam dan ikat pinggang lebar. Jubah mereka, yang mereka tudungkan ke atas kepala, lebar dan panjang, berwarna abu-abu, berfungsi pula untuk menyembunyikan segala yang mereka bawa.

Mereka mengarahkan langkah-langkah menuju gerbang yang menghantar ke Bukit Kalvari. Jalanan sepi dan lengang, kengerian yang baru saja terjadi membuat semua orang tinggal di rumah. Sebagian besar dari antara mereka mulai bertobat, namun hanya sedikit yang merayakan Paskah. Ketika Yusuf dan Nikodemus tiba di gerbang kota, mereka mendapati gerbang ditutup, para prajurit berjajar sepanjang jalan-jalan serta tikungan-tikungan. Mereka ini adalah para prajurit yang diminta kaum Farisi sekitar pukul dua tadi, yang ada dalam kuasa dan wewenang mereka, sebab mereka masih takut kalau-kalau terjadi huru-hara di antara rakyat. Yusuf menunjukkan surat perintah yang ditandatangani Pilatus agar mereka dapat lewat dengan bebas. Para prajurit dengan senang hati akan mempersilakan, tetapi mereka menjelaskan kepadanya bahwa telah beberapa kali mereka berusaha membuka pintu gerbang, namun gerbang sama sekali tak bergeming, tampaknya gerbang terimbas gempa dan macet di suatu bagian; karena hal ini, para prajurit pembantu yang dikirim untuk mematahkan kaki-kaki para penjahat terpaksa kembali ke kota lewat gerbang yang lain. Tetapi ketika Yusuf dan Nikodemus mengulurkan tangan meraih palangnya, pintu gerbang terbuka seolah dengan sendirinya, sehingga mereka semua yang menyaksikannya amat tercengang.

Hari masih gelap dan langit mendung ketika Yusuf dan Nikodemus tiba di Bukit Kalvari. Para hamba yang diutus berangkat terlebih dahulu telah tiba dan para perempuan kudus sedang duduk menangis di depan Salib. Cassius dan beberapa prajurit yang telah dipertobatkan tetap berada dalam jarak tertentu dengan sikap penuh hormat dan santun. Yusuf dan Nikodemus menceriterakan kepada Santa Perawan dan Yohanes segala daya upaya yang telah mereka lakukan demi menyelamatkan Yesus dari kematian yang keji dan hina; sebaliknya mereka mendengarkan dari lawan bicaranya bagaimana mereka berhasil mencegah tulang-tulang Tuhan kita dipatahkan, dan bagaimana nubuat telah digenapi. Mereka juga bercerita mengenai luka yang dibuat Cassius dengan tombaknya. Segera setelah kepala pasukan Abenadar tiba, mereka memulai dengan penuh khidmad dan hormat, tindakan saleh menurunkan tubuh mengagumkan Tuhan kita dari Salib dan mengurapinya.

Santa Perawan dan Magdalena duduk di kaki Salib; sementara di sebelah kanan, antara salib Dismas dan Salib Yesus, para perempuan kudus sibuk mempersiapkan kain lenan, rempah-rempah, air, bunga-bunga karang dan bejana-bejana. Cassius juga datang mendekat dan menceriterakan kepada Abenadar mukjizat penyembuhan matanya. Semua yang hadir tampak begitu terharu, hati mereka diliputi dukacita dan belas kasih; namun, pada saat yang sama, mereka tetap menjaga keheningan yang khusuk, setiap gerak-gerik mereka penuh kesalehan dan hormat. Tak suatu pun memecah keheningan, terkecuali ungkapan duka tertahan atau desahan tertahan yang sesekali terlontar dari salah satu pribadi kudus ini, kendati niat sungguh dan perhatian penuh yang mereka curahkan dalam melakukan tindakan saleh ini. Magdalena tak sanggup lagi mengendalikan dukacitanya, tampaknya ia tak ambil pusing akan kehadiran begitu banyak orang maupun akan tanggapan orang atas dirinya.

Nikodemus dan Yusuf menyandarkan tangga-tangga ke belakang Salib dan memanjatnya, sementara dalam tangannya mereka membawa sehelai kain lebar di mana dipasang tiga tali pengikat yang panjang. Mereka mengikatkan tubuh Yesus, mulai dari bagian bawah kedua lengan hingga ke lutut, pada palang Salib dengan tali-tali pengikat, dan menahan kedua lengan dengan mengikatkannya pada lengan Salib dengan kain-kain lenan. Lalu mereka melepaskan paku-paku dengan mendorong paku-paku itu dari belakang menggunakan pasak-pasak kuat yang dihantamkan ke ujung-ujung paku. Dengan demikian, tangan-tangan kudus Yesus tidak banyak terkoyak dan paku-paku dengan mudah berjatuhan dari luka-luka-Nya; sebab luka-luka-Nya telah semakin melebar oleh sebab berat beban tubuh-Nya, yang sekarang ditopang dengan kain dan tidak lagi tergantung pada paku. Bagian bawah tubuh, yang sejak wafat Tuhan kita telah melorot ke lutut, sekarang beristirahat dalam posisi normal, dengan disangga oleh kain yang diikatkan ke lengan-lengan Salib. Sementara Yusuf melepaskan paku dari tangan kiri, dan lalu membiarkan tangan kiri, dengan diselubungi oleh kainnya, jatuh dengan lembut ke atas tubuh-Nya, Nikodemus mengikatkan lengan kanan Yesus pada palang Salib, juga kepala kudus yang bermahkotakan duri, yang terkulai ke bahu kanan. Lalu ia melepaskan paku kanan, dan setelah menyelubungi lengan dengan kain penyangganya, membiarkan tangan itu jatuh dengan lembut ke atas tubuh-Nya. Pada saat yang sama, kepala pasukan Abenadar, dengan bersusah-payah melepaskan paku besar yang menembusi kedua kaki Yesus. Cassius dengan saleh dan hormat menerima paku-paku itu dan meletakkannya di depan kaki Santa Perawan.

Setelah menyandarkan tangga-tangga ke bagian depan Salib dengan posisi nyaris tegak lurus dan dekat dengan tubuh Yesus, Yusuf dan Nikodemus melepaskan tali pengikat bagian atas dan mengaitkannya ke salah satu kaitan yang ada pada tangga; mereka melakukan hal yang sama dengan kedua tali pengikat lainnya, demikianlah mereka memindahkan tali-tali pengikat dari kaitan yang satu ke kaitan yang lainnya, sehingga tubuh kudus Yesus turun dengan perlahan dan lembut ke kepala pasukan, yang, dengan naik di atas sebuah bangku, menerimanya dalam pelukannya, menahan tubuh Yesus pada bagian bawah lutut-Nya; sementara Yusuf dan Nikodemus, dengan menyangga bagian atas tubuh Yesus, menuruni tangga perlahan-lahan, berhenti di setiap anak tangga, dan mengambil segala tindakan pencegahan yang mungkin diperlukan, seperti yang akan dilakukan orang-orang yang membopong tubuh seorang sahabat terkasih yang sedang terluka parah. Demikianlah tubuh Juruselamat Ilahi kita yang memar lebam akhirnya tiba di atas tanah.

Sungguh suatu pemandangan yang menrenyuhkan hati. Mereka semuanya sama berhati-hati, sama penuh perhatian, seolah takut kalau-kalau menyebabkan Yesus kesakitan. Tampaknya mereka mencurahkan pada tubuh kudus segenap kasih dan hormat yang mereka rasakan terhadap Juruselamat kita sepanjang hidup-Nya. Semua mata menatap lekat pada tubuh yang mengagumkan dan mengikuti setiap gerak-geriknya; tak henti-hentinya mereka mengedangkan tangan ke surga, mencucurkan airmata, dan mengungkapkan dengan segala cara yang mungkin dukacita dan kesedihan hebat yang meliputi hati mereka. Namun demikian, mereka semuanya sama sekali tenang dan bahkan mereka yang begitu sibuk dengan tubuh kudus memecahkan keheningan sekali-kali saja, dan jika memang terpaksa mengucapkan sesuatu, mereka mengatakannya dengan suara perlahan. Saat paku-paku dengan paksa dilepaskan dengan hantaman-hantaman palu, Santa Perawan, Magdalena dan mereka semua yang hadir pada saat Penyaliban merasakan setiap hantaman seolah menembusi hati mereka sendiri. Suara dentaman itu membangkitkan kenangan mereka akan segala sengsara Yesus, dan mereka tak kuasa menahan tubuh mereka yang gemetar, kalau-kalau mereka akan mendengar lagi erangan sengsara-Nya yang menyayat hati; meskipun, pada saat yang sama, mereka meratapi bibir terberkati-Nya yang kini diam membisu, yang membuktikan, malang, tapi sungguh benar, bahwa Ia telah sungguh wafat. Saat tubuh Yesus diturunkan, tubuh-Nya terbalut kain lenan dari lutut hingga ke pinggang. Kemudian, mereka meletakkannya dalam pelukan Santa Perawan, yang dengan dikuasai kasih sayang dan dukacita dahsyat, merentangkan kedua tangannya untuk menerima jantung hatinya.

Tubuh Yesus Diurapi

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”