![]() |
![]() Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
![]() ![]() ![]() ![]() Bab XLVIII
![]() Lambung Yesus Ditikam ~
Matinya Kedua Penyamun
![]() Sementara kekacauan dan kepanikan terjadi di Yerusalem, keheningan meraja sekeliling Kalvari. Khalayak ramai yang tadinya begitu hiruk-pikuk dan berteriak riuh-rendah sekarang sudah tidak ada lagi; semuanya dicekam kepanikan. Di beberapa tempat, kepanikan itu membuahkan pertobatan yang tulus, sementara di beberapa tempat lainnya tak mendatangkan kebajikan sama sekali. Bunda Maria, Yohanes, Magdalena, Maria Kleopas dan Salome tetap tinggal, sebagian berdiri dan yang lain duduk di hadapan Salib, berkerudung rapat dan menangis diam-diam. Beberapa prajurit beristirahat di serambi yang mengelilingi bukit karang; Cassius menunggangi kudanya turun naik bukit. Langit tampak gelap, segenap alam raya berselubung duka. Enam prajurit pembantu segera muncul dengan membawa tangga, sekop, tali-temali dan alat pemukul dari besi yang besar untuk mematahkan kaki-kaki para penjahat guna mempercepat kematian mereka. Ketika mereka menuju Salib Tuhan kita, para sahabat Yesus mundur beberapa langkah. Santa Perawan dicekam ketakutan kalau-kalau mereka masih hendak melampiaskan kekejian mereka pada Putranya dengan menista tubuh-Nya yang telah tak bernyawa. Ketakutan Bunda Maria bukannya tanpa alasan, sebab ketika pertama-tama mereka menyandarkan tangga pada Salib, mereka mengatakan bahwa Yesus hanya berpura-pura mati. Namun, beberapa saat kemudian, ketika mendapati tubuh-Nya telah dingin dan kaku, mereka membiarkan-Nya dan memindahkan tangga-tangga mereka ke salib di mana kedua penyamun masih tergantung hidup. Mereka mengambil alat pemukul besi dan mematahkan lengan kedua penyamun, di atas dan di bawah siku; sementara pada saat yang sama, seorang prajurit pembantu lainnya mematahkan kaki-kaki mereka, di atas dan di bawah lutut. Gesmas meneriakkan seruan-seruan yang mengerikan, sebab itu algojo menghabisi nyawanya dengan tiga pukulan gada yang mematikan di dadanya. Dismas mengerang dalam-dalam dan wafat: ia menjadi yang pertama di antara makhluk fana yang menikmati kebahagiaan bersatu dengan Penebus-nya. Tali-temali kemudian dilepaskan, kedua mayat jatuh bergelimpangan ke atas tanah, para algojo menyeretnya ke sebuah rawa yang dalam, yang terletak antara Kalvari dan tembok kota, serta menguburkannya di sana.
Para prajurit pembantu masih tampak ragu apakah Yesus sungguh sudah mati. Kebrutalan yang mereka perlihatkan dalam mematahkan kaki-kaki para penyamun membuat para perempuan kudus menggigil ketakutan membayangkan kekejian yang akan mereka lampiaskan kepada tubuh Tuhan kita. Tetapi Cassius, wakil kepala pasukan, seorang pemuda berusia sekitar duapuluh lima tahun, yang kedua mata julingnya dan sikapnya yang gugup seringkali menjadi bahan olok-olok rekan-rekannya, tiba-tiba diterangi rahmat Allah, ia diliputi rasa belas kasihan melihat kekejian sikap para prajurit dan dukacita pilu para perempuan kudus, karenanya ia memutuskan untuk melenyapkan rasa cemas para perempuan malang itu dengan membuktikan tanpa berdebat bahwa Yesus sungguh telah wafat. Kebaikan hatinya mendorong Cassius bertindak demikian, tetapi tanpa disadari oleh dirinya, ia menggenapi suatu nubuat. Cassius menyambar tombaknya dan bergegas menunggangi kudanya naik ke bukit karang di mana Salib dipancangkan, berhenti tepat di antara salib penyamun yang baik dan Salib Tuhan kita, mengayunkan tombak dengan kedua belah tangannya, menikamkan tombak dalam-dalam ke lambung kanan Yesus hingga ujung tombak menembusi hati Yesus dan muncul di sisi kiri. Ketika Cassius mencabut tombaknya, dari lambung Yesus yang menganga memancarlah darah dan air, yang membasahi sekujur tubuh dan wajahnya. Pembasuhan ini mendatangkan buah-buah yang sama dengan buah-buah dari air Sakramen Baptis, yaitu: rahmat dan keselamatan yang saat itu juga masuk ke dalam jiwanya. Ia meloncat dari kudanya, jatuh berlutut, menebah dadanya, dan memaklumkan dengan suara nyaring imannya yang teguh akan ke-Allah-an Yesus di hadapan semua yang hadir.
Santa Perawan dan para sahabatnya masih tetap berdiri dekat sana, dengan mata menatap lekat pada Salib, tetapi ketika Cassius menghujamkan tombaknya ke lambung Yesus, mereka terhenyak, lalu serentak bergegas lari mendekat. Bunda Maria tampak seolah tombak telah menembusi hatinya sendiri, daripada hati Putra Ilahinya, ia nyaris tak sanggup menopang tubuhnya sendiri. Sementara itu Cassius terus berlutut sembari mengucap syukur kepada Tuhan, bukan hanya karena segala rahmat yang telah ia terima, melainkan juga karena mukjizat penyembuhan pada kedua matanya, yang tadinya lemah dan juling. Penyembuhan ini terjadi tepat pada saat kegelapan yang memenuhi jiwanya disingkirkan. Setiap hati terpesona memandang darah Tuhan kita yang mengalir ke suatu lekuk di bukit karang di kaki Salib. Bunda Maria, Yohanes, para perempuan kudus dan Cassius mengumpulkan darah dan air Yesus dalam bejana-bejana, dan menyeka sisanya dengan potongan-potongan kain lenan.*
*Sr Emmerick menambahkan: “Cassius dibaptis dengan nama Longinus, ditahbiskan sebagai diakon dan mewartakan iman. Ia senantiasa menyimpan sedikit darah Kristus, - darah yang sudah mengering itu ditemukan dalam peti jenazahnya di Italia. Longinus dimakamkan di suatu kota tak jauh dari tempat di mana St Klara melewatkan hidupnya. Terdapat sebuah danau dengan pulau di atasnya dekat kota ini, pastilah jenazah Longinus dibawa ke sana.” Tampaknya yang dimaksud Sr Emmerick dengan gambaran tersebut adalah kota Mantua, tradisi di kota Mantua menceritakan hal yang sama. Aku tidak tahu St Klara yang mana yang tinggal di daerah itu.
Cassius, yang penglihatannya disembuhkan total bersamaan dengan dibukanya mata jiwanya, sangat tergerak hatinya, ia terus memanjatkan doa syukur dengan segala kerendahan hati. Para prajurit amat takjub dengan mukjizat yang terjadi, mereka berlutut di samping Cassius seraya menebah dada mereka dan menyatakan iman kepada Yesus. Air dan darah terus memancar dari luka menganga di lambung Tuhan kita; mengalir ke dalam suatu lekuk di bukit karang, para perempuan kudus menyimpannya dalam bejana-bejana, sementara Bunda Maria dan Magdalena menetesinya pula dengan airmata mereka. Para prajurit pembantu, yang telah menerima instruksi dari Pilatus untuk tidak menyentuh jenazah Yesus, telah pergi dan tidak kembali lagi.
Segala peristiwa ini terjadi dekat Salib menjelang pukul empat sore, pada saat Yusuf dari Arimatea dan Nikodemus bersama mengumpulkan segala barang yang diperlukan untuk pemakaman Yesus. Para hamba Yusuf, yang diutus untuk membersihkan makam, menyampaikan kepada para sahabat Tuhan kita bahwa tuan mereka bermaksud mengambil jenazah Yesus dan memakamkan-Nya di makam yang baru. Yohanes segera kembali ke kota bersama para perempuan kudus agar Bunda Maria dapat sedikit pulih kekuatannya. Kemudian Yohanes membeli beberapa barang yang diperlukan untuk pemakaman. Bunda Maria beristirahat di suatu penginapan kecil yang terletak di antara bangunan-bangunan dekat Senakel. Mereka tidak masuk kembali ke kota lewat gerbang yang paling dekat Kalvari, sebab gerbang ditutup dan dijaga oleh para prajurit yang disiagakan di sana oleh kaum Farisi, karenanya mereka pergi lewat gerbang yang menuju ke Betlehem.
sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|
![]() |