![]() |
![]() Edisi YESAYA | Bunda Maria | Santa & Santo | Doa & Devosi | Serba-Serbi Iman Katolik | Artikel | Suara Gembala | Warta eRKa | Yang Menarik & Yang Lucu | Anda Bertanya, Kami Menjawab
![]() ![]() ![]() ![]() Bab XLI
![]() Yesus Tergantung di Salib
di antara Dua Penyamun
![]() Hentakan dahsyat yang diakibatkan oleh jatuhnya salib ke dalam lubang yang telah dipersiapkan menyebabkan duri-duri tajam mahkota duri, yang masih ada di atas kepala Juruselamat kita terkasih, semakin dalam menembusi kepala-Nya yang kudus, darah mengucur dan mengalir lagi, baik dari kepala maupun dari kedua kaki dan tangan-Nya. Para prajurit lalu menyandarkan tangga-tangga ke sisi salib, memanjatnya dan melepaskan tali-temali yang tadinya mereka gunakan untuk mengikatkan Tuhan kita ke salib sebelum salib dipancangkan, sebab khawatir kalau-kalau hentakan hebat mengoyak luka-luka di kedua tangan dan kaki Yesus demikian parah, hingga paku-paku tak lagi dapat menahan tubuh-Nya. Darah-Nya, dalam tingkat tertentu, tak dapat mengalir, tertahan oleh posisi-Nya yang horisontal dan oleh lilitan tali-temali, tetapi, begitu tali-temali dilepaskan, darah memancar dan mulai mengalir normal kembali, mengakibatkan rasa sakit luar biasa di segenap luka-luka-Nya yang tak terhitung banyaknya, hingga Yesus menundukkan kepala dan tetap seolah mati lebih dari tujuh menit lamanya. Jeda sejenak; para algojo sibuk membagi-bagi pakaian Yesus; suara sangkakala di Bait Allah tak lagi bergema; dan segenap aktor dalam tragedi yang mengerikan ini tampaknya telah kehabisan tenaga, sebagian karena dukacita, sebagian lainnya karena daya upaya yang telah mereka lakukan demi tercapainya tujuan jahat mereka, dan karena kegembiraan yang sekarang mereka rasakan sebab pada akhirnya berhasil membinasakan Dia kepada siapa mereka memendam iri dan dengki begitu lama. Dengan perasaan bercampur-aduk antara ngeri dan belas kasihan, aku melayangkan pandanganku kepada Yesus - Yesus Penebus-ku - Penebus Dunia. Aku melihat-Nya diam tak bergerak, seolah tak bernyawa. Aku merasa seakan-akan diriku sendiri akan segera mati; hatiku dikuasai sepenuhnya oleh dukacita, kasih dan ngeri yang berbaur menjadi satu; pikiranku tak keruan, kedua tangan dan kakiku terbakar demam hebat; setiap denyut, setiap nadi, setiap lengan dan tungkai tersiksa oleh rasa sakit yang tak terkatakan; segalanya kelihatan kabur, terkecuali Mempelai-ku terkasih yang tergantung di salib. Aku menatap dalam-dalam pada wajah Yesus yang telah sama sekali rusak, kepala-Nya ditudungi mahkota duri yang memuakkan itu, yang menyebabkan Yesus tak dapat mengangkat kepala-Nya barang sekejap tanpa merasakan sakit yang tak terperi, bibir-Nya kering kerontang dan setengah terbuka karena kehabisan tenaga, rambut dan jenggot-Nya lengket oleh darah. Dada-Nya terkoyak oleh bilur-bilur dan luka-luka, kedua siku, pergelangan tangan dan pundak-Nya bengkak parah, tulang-tulangnya nyaris terlepas dari persendian; darah terus-menerus menetes dari luka-luka menganga di kedua tangan-Nya, daging-Nya tercabik-cabik begitu rupa hingga kalian nyaris dapat menghitung tulang-tulang rusuk-Nya. Kedua kaki dan juga kedua lengan Yesus diregangkan hingga nyaris terlepas, daging dan segala urat-urat sepenuhnya kelihatan hingga setiap tulang-belulang pun tampak; sekujur tubuh-Nya dipenuhi luka-luka lebam berwarna hitam, biru dan juga luka-luka berdarah. Darah yang memancar dari luka-luka-Nya pada mulanya berwarna merah, namun lambat-laun menjadi pucat dan berair, seluruh tubuh Yesus nampak bagaikan mayat yang siap dikebumikan. Namun demikian, kendati luka-luka ngeri membalut sekujur tubuh-Nya, kendati direndahkan hingga begitu hina dina, di sana masih terpancar tatapan ilahi yang tak terlukiskan dan kebajikan yang pernah meliputi hati orang banyak dengan perasaan takjub.
Warna kulit Tuhan kita putih bersih, seperti Bunda Maria, agak sedikit kemerah-merahan; tetapi perjalanan-Nya selama tiga tahun belakangan di udara terbuka telah menjadikannya berwarna cokelat. Dadanya bidang, tetapi tidak berbulu seperti St Yohanes Pembaptis; bahunya lebar, kedua tangan dan kaki-Nya berotot; lutut-Nya kuat dan keras, seperti yang biasa dimiliki oleh mereka yang banyak berjalan atau berlutut, kedua tungkai kaki-Nya panjang dengan otot-otot yang sangat kuat; bentuk kaki-Nya indah, juga bentuk tangan-Nya, jari-jemari Tuhan kita panjang dan lentik, dan meskipun tidak lembut seperti jemari wanita, pun juga tidak serupa jemari tangan lelaki yang biasa bekerja keras. Leher Tuhan kita jenjang, dengan kepala yang bentuknya bagus serta serasi; kening-Nya lebar dan tinggi; wajah-Nya oval; rambut-Nya, yang jauh dari lebat, berwarna coklat keemasan, dengan belahan di tengah dan jatuh tergerai di pundak-Nya; jenggot-Nya tidak panjang, tetapi lancip dan terbelah di dagu. Saat aku memandangi Yesus di atas salib, tampak rambut-Nya nyaris tercabut semuanya, yang masih tersisa kusut masai dan lengket oleh darah; tubuh-Nya merupakan suatu luka yang besar, dan setiap tungkai dan lengan tampak seolah terlepas.
Salib kedua penyamun ditempatkan satu di sebelah kanan dan yang lain di sebelah kiri salib Yesus; terdapat ruang yang cukup bagi seorang penunggang kuda untuk lewat di antara mereka. Keadaan kedua penyamun di atas salib sungguh mengenaskan; mereka menanggung sakit yang tak terperi, seorang yang di sebelah kiri Yesus tak henti-hentinya melontarkan kutuk dan sumpah serapah. Tali-temali yang membelenggu mereka diikatkan sangat kencang, hingga mengakibatkan rasa sakit yang luar biasa; rona wajah mereka biru pucat, mata mereka merah melotot seolah hendak keluar dari tempatnya. Salib kedua penyamun jauh lebih pendek dari salib Tuhan kita.
sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”
|
![]() |