YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab III
Yesus Ditangkap


Yesus sedang berdiri bersama ketiga rasul-Nya di jalanan antara Getsemani dan Taman Zaitun, ketika Yudas dan komplotan yang menyertainya muncul. Pertengkaran terjadi antara Yudas dan para prajurit. Yudas menghendaki agar ia maju terlebih dahulu dan berbicara kepada Yesus dengan tenang seolah tak terjadi apa-apa, kemudian barulah mereka maju dan menangkap Juruselamat kita, dengan demikian seakan-akan ia tak ada hubungannya dengan peristiwa yang terjadi. Tetapi para prajurit menjawab dengan sengit, “Tidak demikian, kawan, engkau tidak akan lepas dari tangan kami sebelum orang Galilea itu ada dengan aman dalam genggaman kami.” Mereka melihat kedelapan rasul yang lain bergegas datang untuk menggabungkan diri dengan Yesus ketika mendengar keributan yang terjadi. Para prajurit (tanpa mengindahkan keberatan Yudas) memanggil keempat prajurit pembantu, yang berada tak berapa jauh dari mereka, untuk membantu. Ketika, dengan bantuan sinar rembulan, Yesus dan ketiga rasul-Nya pertama kali melihat pasukan bersenjata itu, Petrus bermaksud melawan mereka dengan kekuatan senjata. Ia mengatakan: “Tuhan, kedelapan yang lain sudah dekat, marilah kita menyerang mereka.” Tetapi Yesus memintanya agar tetap tenang, lalu Ia berbalik dan mundur beberapa langkah. Saat itu, empat murid muncul dari taman dan bertanya apakah yang telah terjadi. Yudas hendak menjawab, tetapi para prajurit menyela dan tidak memperbolehkannya berbicara. Keempat murid itu adalah Yakobus Muda, Filipus, Thomas dan Nataniel. Nataniel, yang adalah putera Simeon Tua, bersama beberapa orang murid lainnya telah menggabungkan diri dengan kedelapan rasul di Getsemani, mungkin diutus oleh para sahabat Yesus untuk mengetahui apa yang terjadi, atau mungkin sekedar terdorong rasa ingin tahu dan cemas. Para murid yang lain maju mundur dengan was-was, siap melarikan diri begitu ada isyarat.

Yesus menghampiri para prajurit dan bertanya dalam suara yang tegas dan jelas, “Siapakah yang kamu cari?” Para pemimpin menjawab, “Yesus dari Nazaret.” Yesus berkata kepada mereka, “Akulah Dia.” Baru saja Ia mengucapkan kata-kata ini, mereka semuanya jatuh ke tanah, seolah-olah terserang ayan. Yudas, yang berdiri dekat mereka, amat tercengang, dan sementara ia maju menghampiri, Yesus menggamit lengannya dan berkata: “Sahabat, darimanakah engkau?” Yudas dengan terbata-bata mengatakan sesuatu tentang urusan yang harus dikerjakannya. Yesus menjawab beberapa patah kata, yang artinya: “Adalah lebih baik bagimu sekiranya engkau tidak dilahirkan.” Tetapi, aku tak dapat mengingat kata-katanya dengan tepat. Sementara itu, para prajurit telah bangkit kembali dan lagi, mereka menghampiri Yesus, tetapi mereka menunggu isyarat ciuman. Yudas telah berjanji untuk menyalami Guru-nya dengan ciuman agar mereka dapat mengenali-Nya. Petrus dan para murid yang lain mengelilingi Yudas dan mencercanya dengan macam-macam makian, menyebutnya pencuri dan pengkhianat. Yudas berusaha meredakan amarah mereka dengan segala macam dusta, tetapi usahanya sia-sia belaka, sebab para prajurit maju dan melindunginya, yang segera mengungkapkan kebenaran yang sesungguhnya.

Lagi, Yesus bertanya, “Siapakah yang kamu cari?” Jawab mereka: “Yesus dari Nazaret.” Kata Yesus, “Telah Ku-katakan kepadamu, Akulah Dia. Jika Aku yang kamu cari, biarkanlah mereka ini pergi.” Dengan kata-kata-Nya itu, para prajurit jatuh ke tanah untuk kedua kalinya. Mereka gemetaran bagaikan terserang ayan. Lagi, para rasul mengelilingi Yudas dan meluapkan amarah mereka atas pengkhianatannya yang hina. Yesus berkata kepada para prajurit, “Bangkitlah,” dan mereka pun bangkit, tetapi, pada mulanya bisu seribu bahasa karena ketakutan. Lalu, mereka meyuruh Yudas untuk segera memberikan isyarat yang telah mereka sepakati, sebab perintah yang disampaikan kepada mereka adalah untuk menangkap Dia seorang, yang dicium Yudas. Yudas menghampiri Yesus dan memberi-Nya ciuman, seraya berkata, “Salam Rabbi.” Yesus menjawab, “Hai Yudas, engkau menyerahkan Anak Manusia dengan ciuman?” Segera para prajurit mengepung Yesus, dan para prajurit pembantu menangkap-Nya. Yudas hendak melarikan diri, tetapi para rasul mencegahnya. Mereka menyerang para prajurit sambil berseru, “Tuhan, mestikah kami menyerang mereka dengan pedang?”  Petrus, yang paling tidak sabaran dari yang lain, menghunus pedang dan menetakkannya kepada Malkhus - hamba imam besar - yang hendak menghalau para rasul, sehingga putus telinga kanannya. Malkhus jatuh ke tanah dan suatu kegemparan besar terjadi.

Para prajurit pembantu telah mencengkeram Yesus dan hendak mengikat-Nya, sementara Malkhus dan para prajurit yang lain berdiri di sekelilingnya. Ketika Petrus menyerang Malkhus, para prajurit yang lain sibuk memukul mundur para murid yang maju terlalu dekat, dan mengejar mereka yang melarikan diri. Keempat murid muncul dari kejauhan dan melihat dengan gentar peristiwa yang terjadi di hadapan mereka. Tetapi, para prajurit masih terlalu terkejut atas jatuhnya mereka yang kedua kalinya, sehingga tidak terlalu menghiraukan kehadiran keempat murid, lagipula mereka tidak hendak meninggalkan Juruselamat kita tanpa jumlah pengawal yang cukup untuk mengawasi-Nya. Yudas melarikan diri segera sesudah ia memberikan ciuman pengkhianatan, tetapi ia berpapasan dengan beberapa dari para murid yang menghujaninya dengan caci-maki. Namun demikian, enam orang Farisi datang menyelamatkannya, dan ia melarikan diri sementara para prajurit pembantu sibuk hendak membelenggu Yesus.

Ketika Petrus menyerang Malkhus, Yesus berkata kepadanya, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada Bapa-Ku, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?” Lalu kata-Nya, “Biarkan Aku menyembuhkannya” dan Ia menghampiri Malkhus, menjamah telinganya, berdoa, dan telinganya pun disembuhkan. Para prajurit yang berdiri dekat situ, juga para prajurit pembantu serta keenam orang Farisi, sama sekali tak tergerak oleh mukjizat yang terjadi. Mereka terus melontarkan kata-kata penghinaan kepada Tuhan kita dan berkata kepada mereka yang berdiri dekat sana, “Tipu muslihat iblis. Kuasa sihir membuat telinga tampak seolah-olah terputus, dan sekarang kuasa sihir yang sama membuatnya tampak seolah-olah disembuhkan.”

Lalu, Yesus berkata kepada mereka, “Sangkamu Aku ini penyamun, maka kamu datang lengkap dengan pedang dan pentung untuk menangkap Aku? Padahal tiap-tiap hari Aku ada di tengah-tengah kamu di dalam Bait Allah, dan kamu tidak menangkap Aku. Tetapi inilah saat kamu, dan inilah kuasa kegelapan itu.” Orang-orang Farisi memerintahkan agar Ia diikat lebih kuat lagi, dan mereka menjawab dengan nada menghina, “Ah! Engkau tak dapat menaklukkan kami dengan sihir-Mu.” Yesus menjawab, tetapi aku tidak ingat kata-kata-Nya. Para murid semuanya melarikan diri. Keempat prajurit pembantu dan keenam orang Farisi tidak jatuh ke tanah mendengar perkataan Yesus, sebab, seperti dinyatakan sesudahnya kepadaku, mereka dan juga Yudas yang tidak jatuh, sepenuhnya berada dalam kuasa setan. Sementara mereka semuanya yang jatuh dan bangkit kembali, di kemudian hari bertobat dan menjadi orang-orang Kristen. Mereka hanya mengepung Yesus dan tidak menganiaya-Nya. Malkhus seketika itu juga bertobat oleh karena mukjizat kesembuhan atasnya, dan selama masa sengsara, tugasnya adalah hilir-mudik menyampaikan pesan-pesan kepada Bunda Maria dan para sahabat Kristus lainnya.

Para prajurit pembantu, yang sekarang sedang mengikat Yesus dengan sangat brutal, adalah orang-orang kafir dari keturunan terendah. Mereka pendek, kekar, dan lincah, dengan kulit kuning kemerahan, mirip budak-budak Mesir, kaki-kaki telanjang, serta tangan dan leher polos tanpa aksesoris.

Mereka mengikat kedua tangan-Nya sekencang mungkin dengan tali-tali kasar yang baru, pergelangan tangan kanan diikatkan ke bawah siku kiri, dan pergelangan tangan kiri diikatkan ke bawah siku kanan. Mereka melingkarkan pada pinggang-Nya semacam ikat pinggang dengan ujung-ujung besi pada permukaannya dan membelenggu kedua tangan-Nya pada ikat pinggang itu dengan setagen osier. Di leher-Nya mereka mengenakan ban leher yang dipasangi ujung-ujung besi. Pada ban leher ini digantungkan dua selempang kulit, yang disilangkan di dada-Nya seperti stola dan diikatkan ke ikat pinggang. Lalu, mereka mengikatkan empat tali tampar ke bagian-bagian ikat pinggang yang berbeda, dengan tali-tali ini mereka menyeret Tuhan kita ke sana kemari dengan cara yang paling keji. Tali-tali tampar itu baru. Aku pikir dibeli ketika kaum Farisi pertama kali memutuskan untuk menangkap Yesus. Orang-orang Farisi itu menyalakan suluh-suluh baru dan arak-arakan pun mulai berjalan.

Sepuluh prajurit berjalan di depan, lalu, dibelakangnya keempat prajurit pembantu yang memegang tali dan menyeret Yesus, orang-orang Farisi dan sepuluh prajurit lagi berjalan di barisan belakang. Para murid berkeliaran agak jauh, mereka menangis dan mengerang seolah hilang akal karena dukacita yang hebat. Hanya Yohanes seorang yang mengikuti dan berjalan tak seberapa jauh dari para prajurit, hingga orang-orang Farisi melihatnya dan memerintahkan para pengawal untuk menangkapnya. Para prajurit berusaha keras menangkapnya, tetapi Yohanes melarikan diri, dengan meninggalkan jubah yang dikenakannya dalam cengkeraman para prajurit yang berusaha menangkapnya. Ia melepaskan jubahnya agar dapat lebih mudah meloloskan diri dari tangan para musuh. Yohanes lari tanpa mengenakan apa-apa pada tubuhnya selain pakaian dalam pendek tanpa lengan dan selendang panjang yang biasa dikenakan orang-orang Yahudi, yang dililitkan pada leher, kepala dan lengannya.

Para prajurit pembantu memperlakukan Yesus dengan cara yang paling keji sementara mereka menggiring-Nya. Hal ini mereka lakukan guna mencari muka pada keenam orang Farisi, yang mereka tahu dengan pasti, benci dan muak terhadap Tuhan kita. Mereka menggiring-Nya sepanjang jalan yang paling kasar dan sulit yang dapat mereka pilih, melalui batu-batu jalanan yang paling tajam, dan melintasi lumpur yang paling dalam. Mereka menarik tali sekuat-kuatnya, mereka memukuli-Nya dengan simpul-simpul tali, bagaikan seorang jagal menghajar binatang yang hendak dibantainya. Mereka melakukan tindakan-tindakan bengis ini sembari melontarkan caci-maki rendahan yang tak pantas, sehingga aku tak dapat menceritakannya. Yesus bertelanjang kaki, disamping jubah biasa, Ia mengenakan jubah wol yang tak berjahit dan mantol panjang. Aku lupa mengatakan bahwa ketika Yesus ditangkap, penangkapan tersebut dilakukan tanpa adanya perintah penangkapan ataupun melalui prosedur resmi. Ia diperlakukan bagaikan seorang yang tanpa hak hukum sama sekali.

Arak-arakan bergerak maju dengan langkah-langkah tetap. Ketika mereka meninggalkan jalanan yang memisahkan antara Taman Zaitun dan Getsemani, mereka membelok ke kanan, dan segera tiba di sebuah jembatan yang terbentang di atas Sungai Kidron. Ketika Yesus pergi ke Taman Zaitun bersama para rasul-Nya, Ia tidak melalui jembatan ini, melainkan melalui sebuah jalan setapak yang melintasi Lembah Yosafat, menuju suatu jembatan lain lebih ke arah selatan. Jembatan di mana para prajurit menggiring Yesus merupakan jembatan yang panjang, terbentang tidak hanya di atas sungai, yang sungguh sangat luas di bagian ini, tetapi juga terbentang melintasi lembah, yang terhampar luas di kanan kirinya, dan yang jauh lebih rendah dari dasar sungai. Aku melihat Yesus terjatuh dua kali sebelum Ia mencapai jembatan akibat perlakuan biadab para prajurit yang menyeret-Nya. Ketika tiba di tengah jembatan, mereka melampiaskan kebrutalan mereka sehabis-habisnya. Mereka menghantam Yesus dengan kedahsyatan begitu rupa hingga Ia terlempar dari jembatan dan tercebur ke dalam air. Dengan mengejek mereka menasehati-Nya untuk melegakan dahaga-Nya di sana. Jika Tuhan Allah tidak melindungi-Nya, pastilah Ia mati karena jatuh begitu rupa. Ia jatuh pertama-tama pada lutut-Nya, dan kemudian wajah-Nya, namun Ia berhasil sedikit menyelamatkan diri dengan meregangkan kedua tangan-Nya, yang meskipun terikat erat sebelumnya, sekarang agak mengendor. Aku tidak tahu apakah ini karena mukjizat, atau karena para prajurit telah memotong tali-talinya sebelum mereka menceburkan-Nya ke dalam air. Jejak-jejak kaki, siku, dan jari-jemari-Nya secara ajaib tertera pada batu karang di mana Ia terjatuh. Jejak-jejak ini sesudahnya diperlihatkan untuk dihormati oleh umat Kristiani. Batu-batu ini tidak sekeras hati orang-orang jahat yang tidak percaya, yang mengepung Yesus, dan yang menjadi saksi atas saat-saat mengerikan yang menimpa Kuasa Ilahi, yang telah menyentuh mereka.

Aku tidak melihat Yesus meneguk setetes air pun untuk melegakan dahaga yang menguasai-Nya sejak sakrat maut-Nya di taman, tetapi Ia minum ketika terjatuh ke Sungai Kidron, dan aku mendengar-Nya mengulang kata-kata ini dari nubuat Mazmur, “Dari sungai di tepi jalan ia minum.”

Para prajurit pembantu masih memegang ujung-ujung tali yang membelenggu Yesus. Tetapi, pastilah sulit bagi mereka yang berada di atas jembatan untuk menarik-Nya keluar dari air mengingat dinding-dinding dibangun sepanjang jembatan mulai dari tepi sungai. Karenanya, mereka berbalik kembali dan menyeret-Nya hampir sepanjang Sungai Kidron ke tepian, dan membuat-Nya menyeberangi jembatan untuk kedua kalinya. Setiap kali, mereka menyertai tindak kekerasan mereka dengan segala makian, hujat dan pukulan-pukulan. Jubah wol-Nya yang panjang, yang seluruhnya basah terendam air, melekat di kaki-Nya, merintangi setiap gerak langkah-Nya, dan membuat-Nya hampir tak mungkin berjalan. Ketika Ia tiba di ujung jembatan, Ia jatuh terkapar. Mereka menarik-Nya kembali dengan cara yang paling kejam, menyesah-Nya dengan tali dan mengikatkan ujung jubah-Nya yang basah ke ikat pinggang, sekaligus menganiaya-Nya dengan cara yang paling pengecut.

Belum lewat tengah malam ketika aku melihat keempat prajurit pembantu itu secara tak berperikemanusiaan menyeret Yesus di atas sebuah jalanan sempit yang penuh bebatuan, serpihan-serpihan batu karang, onak dan duri, di seberang sungai Kidron. Keenam Farisi yang bengis itu berjalan sedekat mungkin dengan Yesus, tak henti-henti menghajar-Nya dengan tongkat-tongkat tebal yang runcing. Melihat kaki-kaki-Nya yang telanjang dan berdarah, terkoyak batu kerikil dan ranting-ranting, mereka berseru mengejek, “Pendahulunya, Yohanes Pembaptis, pastilah tidak mempersiapkan jalan yang baik bagi-Nya di sini” atau, “Kata-kata Maleakhi: `Lihat, aku mengutus malaikatku mendahului engkau untuk mempersiapkan jalan bagimu' pastilah tidak berlaku sekarang.” Setiap olok-olok yang dilontarkan orang-orang ini membangkitkan kekejaman yang lebih hebat dalam diri para prajurit pembantu.      

Para musuh Yesus memperhatikan bahwa beberapa orang muncul di kejauhan. Mereka hanyalah para murid yang berkumpul ketika mendengar bahwa Guru mereka ditangkap, dan yang dengan cemas berusaha mengetahui apa yang terjadi. Tetapi kemunculan mereka membuat orang-orang Farisi merasa tidak tenang, khawatir kalau-kalau mereka berusaha membebaskan Yesus. Sebab itu, mereka meminta bala bantuan prajurit. Dari jarak yang sangat dekat, dari pintu gerbang yang berhadapan dengan sisi selatan Bait Allah, yang menuju ke suatu dusun kecil yang disebut Ophel ke Bukit Sion, di mana terletak kediaman Hanas dan Kayafas, aku melihat sepasukan prajurit, kurang lebih limapuluh orang, membawa suluh dan tampak siaga untuk melakukan segala sesuatu. Tampang mereka bengis; mereka berseru dengan suara lantang untuk memaklumkan kedatangan mereka, sekaligus mengucapkan selamat kepada rekan-rekan mereka atas keberhasilan misi. Hal ini mengakibatkan sedikit kebingungan dan kekacauan di antara para prajurit yang menggiring Yesus. Malkhus dan beberapa yang lain memanfaatkan kesempatan ini untuk menyimpang serta melarikan diri menuju Bukit Zaitun.

Ketika pasukan prajurit yang baru itu meninggalkan Ophel, aku melihat para murid yang telah berkumpul di sana menyebar; sebagian pergi ke satu arah, sebagian lagi ke arah lain. Santa Perawan dan sekitar sembilan perempuan kudus diliputi perasaan cemas; mereka melangkahkan kaki menuju Lembah Yosafat dengan disertai Lazarus, Yohanes - putera Markus, putera Veronika, dan putera Simon. Putera Simon tadinya berada di Getsemani bersama Nataniel dan kedelapan rasul; ia melarikan diri ketika para prajurit muncul. Ia sedang menceritakan kepada Santa Perawan segala sesuatu yang telah terjadi, ketika pasukan prajurit yang baru datang menggabungkan diri dengan mereka yang menggiring Yesus. Bunda Maria kemudian mendengar hiruk-pikuk keributan dan melihat nyala-nyala api suluh yang mereka bawa. Pemandangan ini membuatnya tercekam ketakutan; ia jatuh tak sadarkan diri. Yohanes membawanya ke rumah Maria - ibunda Markus.

Kelimapuluh prajurit yang diperintahkan untuk menggabungkan diri dengan mereka yang menggiring Yesus, merupakan detasemen dari suatu kompi yang terdiri dari tiga ratus prajurit, yang ditempatkan untuk menjaga pintu-pintu gerbang dan daerah sekitar Ophel. Sebab, Yudas sang pengkhianat telah mengingatkan para imam besar bahwa penduduk Ophel (yang pada umumnya dari kalangan buruh kasar, dan yang pekerjaan utamanya adalah mengambil air dan kayu bagi Bait Allah) adalah pengikut-pengikut Yesus yang paling setia, mungkin mereka akan berusaha menyelamatkan-Nya. Pengkhianat ini paham bahwa Yesus telah mendatangkan penghiburan, mengajar, menolong serta menyembuhkan berbagai penyakit dari banyak buruh-buruh miskin yang malang ini, dan bahwa Ophel adalah tempat di mana Ia singgah sepanjang perjalanan-Nya dari Betania ke Hebron, ketika Yohanes Pembaptis baru saja dijatuhi hukuman mati. Yudas juga tahu bahwa Yesus telah menyembuhkan banyak tukang batu yang cedera akibat robohnya Menara Siloam. Sebagian besar penduduk Ophel bertobat setelah wafat Kristus dan menggabungkan diri dalam komunitas Kristiani pertama yang terbentuk setelah Pentakosta, dan ketika umat Kristiani memisahkan diri dari bangsa Yahudi dan membangun pemukiman-pemukiman baru, mereka mendirikan pondok-pondok dan tenda-tenda mereka di lembah yang terletak antara Bukit Zaitun dan Ophel, di sanalah St. Stefanus hidup. Ophel terletak di atas bukit di sebelah selatan Bait Suci, dikelilingi tembok-tembok, penduduknya sangat miskin. Aku pikir Ophel lebih kecil dari Dülmen. (Dülmen adalah sebuah kota kecil di Westphalia, di mana Sr. Emmerick tinggal pada waktu itu).

Tidur pulas penduduk Ophel terganggu oleh hiruk-pikuk para prajurit. Mereka keluar dari rumah-rumah mereka dan berlarian menuju pintu gerbang kota guna menanyakan penyebab timbulnya kegaduhan. Tetapi para prajurit menyambut mereka dengan kasar dan memerintahkan mereka untuk segera pulang ke rumah. Sebagai jawab atas pertanyaan penduduk yang bertubi-tubi, mereka menjawab, “Kami baru saja menangkap Yesus, nabi palsu kalian - Dia yang telah menipu kalian mentah-mentah. Para imam besar akan segera mengadili-Nya, dan Ia akan disalibkan.” Jerit tangis pilu terdengar di mana-mana. Para perempuan dan anak-anak yang malang berlarian kian kemari, menangis sembari meremas-remas tangan mereka; terkenang mereka akan segala kebajikan yang telah mereka terima dari Kristus. Mereka menjatuhkan diri di atas lutut mereka untuk memohon perlindungan surga. Tetapi para prajurit mendorong mereka ke samping, memukul mereka, memerintahkan mereka agar pulang ke rumah masing-masing, seraya berseru, “Bukti apa lagi yang kita perlukan? Bukankah tingkah laku orang-orang ini nyata-nyata menunjukkan bahwa orang Galilea itu memicu pemberontakan?”

Namun demikian, tampak juga sedikit kecemasan dalam wajah dan sikap mereka, khawatir akan timbulnya pergolakan di Ophel. Karenanya, mereka hanya berusaha menghalau penduduk dari bagian-bagian kota yang akan dilalui Yesus.

Ketika prajurit-prajurit bengis yang menggiring Yesus telah dekat pintu gerbang Ophel, Ia terjatuh lagi dan tampaknya tak dapat melangkah lebih lanjut. Salah seorang di antara mereka, tergerak oleh belas kasihan, mengatakan kepada yang lain, “Tidakkah kau lihat bahwa lelaki malang ini sama sekali telah kehabisan tenaga. Ia tak dapat menopang DiriNya Sendiri karena berat beban rantai yang membelenggu-Nya. Jika kita hendak membawa-Nya kepada imam besar dalam keadaan hidup, kita perlu melonggarkan tali-tali yang membelenggu kedua tangan-Nya agar Ia dapat sedikit menyelamatkan DiriNya apabila terjatuh.” Pasukan berhenti sejenak; tali-temali dilonggarkan. Seorang prajurit lain yang baik hati memberikan air minum kepada Yesus dari suatu sumber mata air dekat situ. Yesus mengucapkan terima kasih kepadanya dan berbicara tentang “air hidup,” yang harus diminum oleh semua orang yang percaya kepada-Nya. Tetapi, kata-kata-Nya ini semakin membangkitkan murka orang-orang Farisi, mereka menghujani-Nya dengan caci-maki dan sumpah-serapah. Aku melihat hati prajurit yang membuat tali-tali Yesus dilonggarkan, dan juga hati dia yang memberi-Nya minum, sekonyong-konyong diterangi rahmat. Mereka berdua bertobat sebelum wafat Yesus dan segera bergabung dalam bilangan para murid-Nya.

Arak-arakan berjalan lagi dan tiba di gerbang Ophel. Di sini, lagi, Yesus disambut dengan jerit tangis duka dan simpati dari mereka yang berhutang begitu banyak kepada-Nya. Para prajurit mengalami kesulitan dalam mengusir baik laki-laki maupun perempuan yang datang berduyun-duyun dari segala penjuru. Mereka mengedangkan tangan mereka, berlutut, menangis sambil berseru, “Bebaskan Dia bagi kami, bebaskan Dia! Siapa lagi yang akan menolong kami, siapa lagi yang akan menghibur kami, siapa yang akan menyembuhkan penyakit kami?” Sungguh menyayat hati memandang Yesus; wajah-Nya pucat pasi, bengkak memar dan penuh luka, rambut-Nya kusut masai, jubah-Nya kotor dan koyak di sana-sini. Pengawal-pengawal yang beringas dan mabuk menyeret-Nya ke sana-kemari, menghajar-Nya dengan tongkat mereka; bagaikan seekor binatang malang yang digiring ke tempat pembantaian. Begitulah Ia diperlakukan di tengah-tengah penduduk Ophel yang berduka. Orang-orang lumpuh yang dibuat-Nya berjalan, orang-orang bisu yang dibuat-Nya berbicara, dan orang-orang buta yang dicelikkan-Nya, semuanya, namun dalam kesia-siaan belaka, mengajukan dengan sangat permohonan bagi pembebasan-Nya.  

Banyak orang dari kalangan terbawah dan terendah dikirim oleh Hanas, Kayafas, dan para musuh Yesus lainnya, untuk menggabungkan diri dalam arak-arakan, dan membantu para prajurit baik dalam menganiaya Yesus maupun dalam menghalau penduduk Ophel. Kota Ophel terletak di atas bukit. Aku melihat banyak sekali gelondongan kayu ditempatkan di sana siap digunakan untuk pembangunan. Arak-arakan harus menuruni bukit, lalu melewati sebuah pintu gerbang yang dipasang di dinding kota. Di salah satu sisi gerbang berdiri sebuah bangunan besar yang dulu didirikan oleh Salomo, dan di sisi lainnya Kolam Betsaida. Setelah melewati gerbang ini, mereka mengikuti arah ke barat menuruni jalanan yang curam, yang disebut Millo. Jalanan ini membelok ke selatan dan menghantar mereka ke kediaman Hanas. Para pengawal tak kunjung henti melampiaskan kekejian mereka kepada Juruselamat Ilahi kita. Mereka memaklumkan perbuatan yang demikian dengan dalih bahwa khalayak ramai yang berkerumun di depan arak-arakan memaksa mereka bertindak kasar. Yesus jatuh tujuh kali antara Bukit Zaitun dan kediaman Hanas.

Penduduk Ophel masih dalam keadaan ketakutan hebat dan berduka, ketika mereka melihat Santa Perawan berjalan melintasi kota, dengan ditemani para perempuan kudus dan beberapa sahabat, dalam perjalanannya dari Lembah Kidron ke rumah Maria - ibunda Markus. Pemandangan ini semakin mengharubirukan mereka, dan mereka memenuhi tempat itu dengan jerit tangis dan sedu-sedan sementara mereka mengerumuni dan bahkan hampir-hampir menggotong Bunda Yesus dalam pelukan mereka. Bunda Maria diam seribu bahasa karena dukacita yang dahsyat, ia tidak juga membuka mulutnya ketika telah tiba di rumah Maria - ibunda Markus - hingga kedatangan Yohanes, yang menceritakan segala sesuatu yang ia lihat sejak Yesus meninggalkan ruang perjamuan. Selang beberapa waktu kemudian ia dibawa ke rumah Marta, yang berdekatan dengan rumah Lazarus.

Petrus dan Yohanes, yang mengikuti Yesus dari kejauhan, bergegas pergi kepada beberapa hamba imam besar kenalan Yohanes agar dengan bantuan mereka, keduanya dapat masuk ke dalam balai pengadilan di mana Guru mereka akan diadili. Para hamba ini bertindak sebagai pesuruh. Baru saja mereka diperintahkan untuk pergi ke rumah para tua-tua dan para anggota sidang lainnya, guna memanggil mereka untuk menghadiri rapat. Para hamba itu ingin membantu para rasul, tetapi melihat banyaknya kendala dalam membantu mereka masuk ke dalam balai pengadilan, mereka memberikan kepada kedua rasul itu mantol panjang yang serupa dengan yang mereka kenakan, lalu meminta keduanya membantu menyampaikan pesan kepada para anggota sidang. Maksudnya, agar sesudah itu mereka dapat ikut masuk ke dalam balai pengadilan Kayafas dan membaur di antara para prajurit dan saksi-saksi palsu, tanpa dikenali; sebab semua orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk. Karena Nikodemus, Yusuf dari Arimatea dan beberapa orang lainnya yang berkehendak baik adalah anggota sidang, para rasul berjanji untuk memberitahukan kepada mereka apa yang harus dilakukan dalam sidang, dengan demikian melindungi kehadiran para sahabat Yesus itu, yang jelas nyata tidak dikehendaki oleh orang-orang Farisi.

Sementara itu, Yudas berkeliaran turun naik tebing-tebing yang curam dan ngarai-ngarai liar di selatan Yerusalem. Keputusasaan yang dahsyat menguasai segenap dirinya. Iblis mengejarnya ke mana-mana, memenuhi benaknya dengan bayangan-bayangan yang bahkan lebih kelam dan tak membiarkannya tenang barang sekejap.

Cara-cara yang Ditempuh Para Musuh Yesus Guna Melaksanakan Rancangan Mereka Melawan Yesus

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”