YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab XIII
Pengadilan Pagi


Kayafas, Hanas, para tua-tua, dan para ahli Taurat berkumpul kembali pagi harinya di aula pengadilan guna mengadakan pengadilan resmi, sebab pertemuan-pertemuan pada malam hari tidak sah menurut hukum dan hanya dapat dipandang sebagai persiapan. Sebagian besar anggota sidang menginap di kediaman Kayafas, di mana tempat-tempat tidur telah dipersiapkan bagi mereka. Tetapi, sebagian yang lain, di antaranya Nikodemus dan Yusuf dari Arimatea, pulang ke rumah dan kembali ketika fajar menyingsing. Pertemuan itu penuh sesak, dan para anggota mulai melaksanakan tugas mereka dengan cara yang paling tergesa-gesa. Mereka ingin sesegera mungkin menjatuhkan hukuman mati atas Yesus. Tetapi, Nikodemus, Yusuf, dan beberapa yang lainnya menentang keputusan tersebut dan menuntut agar keputusan ditangguhkan hingga berakhirnya perayaan, mengingat khawatir akan timbulnya pergolakan di antara rakyat; mereka juga bersikeras bahwa tak ada penjahat yang dapat dijatuhi hukuman secara adil jika tuduhan-tuduhan tidak dapat dibuktikan, dan bahwa dalam perkara yang sedang mereka hadapi ini, semua saksi-saksi saling bertentangan satu sama lain. Para imam besar dan pengikut mereka menjadi sangat berang. Mereka mengatakan kepada Yusuf dan Nikodemus secara terus terang bahwa mereka tidak terkejut keduanya menyatakan kekecewaan atas apa yang telah terjadi, sebab keduanya adalah pengikut Orang Galilea itu dan penganut ajaran-Nya, dan bahwa keduanya pasti gelisah jika Ia terbukti bersalah. Imam besar bahkan bertindak lebih jauh dengan berusaha mengeluarkan dari sidang semua anggotanya yang menaruh bahkan sedikit simpati sekalipun terhadap Yesus. Para anggota ini mengajukan protes dengan menyatakan cuci tangan atas segala yang akan terjadi terhadap sidang di masa mendatang, mereka meninggalkan ruang pengadilan, lalu pergi ke Bait Allah. Sejak saat itu, tak pernah lagi mereka duduk dalam sidang.

Kayafas lalu memerintahkan para pengawal untuk menghadirkan Yesus sekali lagi ke hadapannya, dan mempersiapkan segala sesuatu untuk membawa-Nya ke pengadilan Pilatus segera setelah ia menjatuhkan hukuman mati. Para pesuruh sidang bergegas menuju penjara, dan dengan kebrutalan seperti biasanya, mereka melepaskan ikatan tangan Yesus, merenggut mantol usang yang tadinya mereka kenakan di atas pundak-Nya, menyuruh Yesus mengenakan jubah-Nya sendiri yang dekil, mengencangkan tali-temali yang mereka lilitkan sekeliling pinggang-Nya, lalu menyeret-Nya keluar dari sel. Penampilan Yesus, saat Ia berjalan lewat di antara khalayak ramai yang telah berkumpul di halaman depan rumah, bagaikan kurban yang digiring untuk dibantai. Wajah-Nya telah sama sekali berubah dan bengkak serta memar di sana-sini karena perlakuan bengis atas-Nya, jubah-Nya penuh noda lumpur dan terkoyak-koyak. Tetapi, pemandangan akan sengsara-Nya ini, jauh dari membangkitkan rasa belas-kasihan dalam diri orang-orang Yahudi yang keras hati, malahan hanya menimbulkan perasaan jijik dan semakin mengobarkan murka mereka. Rasa belas-kasihan, sungguh, tak ada dalam hati makhluk-makhluk keji ini.

Kayafas, yang sedikit pun tak berusaha menyembunyikan rasa dengkinya, dengan angkuh berbicara kepada Yesus, “Jika Engkau adalah Kristus, katakanlah terus terang.” Lalu, Yesus mengangkat kepala-Nya dan menjawab dengan keagungan dan ketenangan yang luar biasa, “Sekalipun Aku mengatakannya kepada kamu, namun kamu tidak akan percaya; dan sekalipun Aku bertanya sesuatu kepada kamu, namun kamu tidak akan menjawab, ataupun melepaskan Aku. Tetapi, mulai sekarang Anak Manusia sudah duduk di sebelah kanan Allah Yang Mahakuasa.” Para imam besar saling memandang satu sama lain dan berkata kepada Yesus dengan tertawa mengejek, “Kalau begitu, Engkau ini Anak Allah?” Yesus menjawab dengan suara kebenaran kekal, “Kamu sendiri mengatakan, bahwa Akulah Anak Allah.” Mendengar kata-kata ini, mereka semua berteriak-teriak, “Untuk apa kita perlu kesaksian lagi? Kita telah mendengar dari mulut-Nya sendiri.”

Mereka semua segera bangkit dan saling berlomba satu sama lain siapakah yang paling hebat dalam melancarkan penghinaan terhadap Yesus, yang mereka sebut sebagai pengacau rendahan yang berambisi menjadi Mesias dan berpura-pura berhak duduk di sebelah kanan Allah. Kemudian mereka memerintahkan para prajurit pembantu untuk membelenggu kedua tangan-Nya kembali dan mengenakan rantai sekeliling leher-Nya (hal ini biasa dilakukan terhadap para penjahat yang dijatuhi hukuman mati), serta bersiap untuk menggiring-Nya ke hadapan Pilatus. Seorang pesuruh telah diutus untuk memohon pada Pilatus agar bersiap mengadili seorang penjahat, sebab hal ini penting agar jangan sampai tertunda mengingat akan segera dimulainya perayaan.

Para imam Yahudi bersungut-sungut di antara mereka karena wajib mengajukan permohonan persetujuan hukuman kepada Gubernur Romawi. Tetapi hal itu wajib dilakukan, sebab mereka tak memiliki hak untuk menjatuhkan hukuman kepada para penjahat, terkecuali untuk hal-hal yang berhubungan dengan agama dan Bait Allah saja, juga mereka tak dapat menjatuhkan hukuman mati. Mereka berusaha membuktikan bahwa Yesus adalah musuh kaisar, dan tuduhan ini berhubungan dengan departemen yang ada di bawah wewenang Pilatus. Segenap prajurit berdiri di depan rumah, dengan dikelilingi oleh sekelompok besar musuh Yesus, dan juga rakyat biasa yang ingin memuaskan rasa ingin tahu mereka. Para imam besar dan sebagian anggota sidang berjalan di bagian depan arak-arakan, lalu Yesus, yang digiring oleh para prajurit pembantu dan dikawal oleh para prajurit yang mengikuti, sementara khalayak ramai berjalan di bagian belakang. Mereka harus menuruni Bukit Sion dan melintasi suatu daerah di kota bawah agar dapat sampai ke istana Pilatus. Banyak imam yang tadinya menghadiri sidang segera pergi ke Bait Allah, sebab mereka harus mempersiapkan diri untuk perayaan.

Keputusasaan Yudas

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”