YESAYA    
Edisi YESAYA   |   Bunda Maria   |   Santa & Santo   |   Doa & Devosi   |   Serba-Serbi Iman Katolik   |   Artikel   |   Suara Gembala   |   Warta eRKa   |   Yang Menarik & Yang Lucu   |   Anda Bertanya, Kami Menjawab
Dukacita Sengsara Tuhan Kita Yesus Kristus
Bab IX
Penghinaan yang Diderita Yesus
dalam Pengadilan Kayafas


Segera setelah Kayafas dan para anggota sidang lainnya meninggalkan ruang pengadilan, segerombolan orang jahat - yang paling keji dari antara manusia - mengerubungi Yesus bagaikan sekawanan tawon yang marah. Mereka mulai melancarkan kepada-Nya segala bentuk penghinaan yang ada dalam benak mereka. Bahkan selama jalannya sidang, sementara saksi-saksi berbicara, para prajurit pembantu dan beberapa yang lain tak dapat menahan diri untuk melampiaskan kebrutalan mereka. Mereka menjambaki rambut-Nya, mencabuti jenggot-Nya, meludahi wajah-Nya, menghujani-Nya dengan tinju dan pukulan mereka, melukai tubuh-Nya dengan tongkat-tongkat berujung runcing, dan bahkan menusukkan jarum-jarum ke tubuh-Nya. Tetapi, ketika Kayafas meninggalkan aula, kebiadaban mereka tak terbatas lagi. Pertama-tama mereka mengenakan sebuah mahkota dari jerami dan kulit kayu di atas kepala-Nya. Lalu mereka melepaskannya, sekaligus menyalami-Nya dengan ejek penghinaan, seperti, “Lihatlah, Putra Daud mengenakan mahkota ayahandanya.” “Seorang yang lebih besar dari Salomo ada di sini; inilah raja yang mempersiapkan perjamuan nikah bagi puteranya.” Begitulah mereka menjadikan bahan ejekan segala kebenaran abadi yang telah Ia ajarkan dalam bentuk perumpamaan kepada mereka, padahal Ia datang dari surga demi keselamatan mereka. Sembari mengulang kata-kata cemooh ini, mereka terus melancarkan tinju dan pukulan tongkat mereka serta meludahi wajah-Nya. Lalu, mereka mengenakan sebuah mahkota buluh di atas kepala-Nya, menanggalkan jubah-Nya, lalu mengenakan di atas pundak-Nya sehelai mantol usang yang telah koyak, yang panjangnya tak sampai ke lutut-Nya. Di sekeliling leher-Nya, mereka mengalungkan sebuah rantai besi yang panjang, dengan sebuah cincin besi di masing-masing ujungnya; permukaan cincin dipasangi ujung-ujung runcing, yang merobek serta mengoyak kedua lutut-Nya sementara Ia berjalan. Lagi, mereka membelenggu kedua tangan-Nya, menyisipkan sebatang buluh dalam genggaman-Nya dan membasahi wajah Ilahi-Nya dengan ludah. Mereka telah melemparkan segala jenis kotoran ke atas rambut-Nya, juga ke dada-Nya, pula ke atas mantol usang-Nya. Mereka menyelubungi kedua mata-Nya dengan selembar lap kotor, memukuli-Nya, seraya berseru dengan suara lantang, “Cobalah katakan kepada kami, hai Mesias, siapakah yang memukul Engkau?” Ia tak menjawab sepatah kata pun, hanya mendesah, dan berdoa dalam hati-Nya bagi mereka.

Setelah begitu banyak olok-olok dan penghinaan, mereka merenggut rantai yang tergantung pada leher-Nya, lalu menyeret-Nya ke ruang di mana para anggota sidang mengundurkan diri. Dengan tongkat-tongkat, mereka memaksa-Nya masuk sambil berteriak riuh-rendah, “Majulah, hai Engkau Raja Jerami! Tampilkan DiriMu di hadapan sidang dengan lambang kerajaan-Mu, kami takluk pada-Mu.” Sebagian besar anggota sidang, dengan Kayafas sebagai pemimpin, masih berada dalam ruangan. Mereka menyaksikan adegan memalukan yang dilakonkan ini dengan gembira dan sukaria, melihat dengan senang upacara-upacara yang paling kudus dijadikan bahan ejekan. Para pengawal yang tak berperikemanusiaan itu menaburi-Nya dengan lumpur dan meludahi-Nya, dengan lagak serius mereka berkata, “Terimalah urapan nabi - urapan kerajaan.” Lalu, dengan kurangajar mereka menirukan upacara pembaptisan dan juga meniru-nirukan tindakan saleh Magdalena ketika menuangkan minyak wangi ke atas kepala-Nya. “Bagaimana Engkau berpikir,” kata mereka, “dapat menghadap sidang dalam keadaan seperti ini? Engkau membersihkan orang lain, tapi DiriMu Sendiri tidak Engkau bersihkan. Baiklah, kami akan segera membersihkan-Mu.” Mereka mengambil sebuah baskom berisi air kotor yang mereka siramkan ke wajah dan bahu-Nya, sementara mereka berlutut di hadapan-Nya seraya berseru, “Lihatlah, urapan-Mu yang kudus. Lihatlah minyak wangi seharga tigaratus dinar. Engkau telah dibaptis di kolam Betsaida.” Dengan bertingkah demikian, mereka bermaksud mengejek sikap hormat dan sembah sujud yang dilakukan oleh Magdalena, saat ia menuangkan minyak narwastu yang mahal ke atas kepala-Nya, di rumah orang Farisi.

Melalui kata-kata cemooh mereka mengenai pembaptisan-Nya di kolam Betsaida, mereka menunjukkan, walau secara tak sengaja, persamaan antara Yesus dan anak domba Paskah. Sebab anak-anak domba Paskah dibersihkan terlebih dahulu di suatu kolam dekat gerbang Probatica, lalu dibawa ke kolam Betsaida, di mana mereka menjalani suatu upacara pemurnian lagi, sebelum akhirnya dibawa ke Bait Allah untuk dikurbankan. Para musuh Yesus juga menyinggung orang yang lumpuh selama tigapuluh delapan tahun, yang disembuhkan Yesus di kolam Betsaida. Sebab, aku melihat orang ini mungkin dibasuh atau dibaptis di sana. Aku katakan mungkin dibasuh atau dibaptis, sebab aku tidak ingat persis peristiwa itu.

Mereka kemudian menyeret Yesus keliling ruangan di hadapan segenap para anggota sidang yang terus berkata-kata kepada-Nya dengan kata-kata yang mencela serta menghina. Setiap wajah tampak diliputi kekejian dan murka iblis, semua tampak gelap, ruwet serta mengerikan. Sebaliknya, Tuhan kita, sejak dari saat Ia memaklumkan Diri sebagai Putra Allah, senantiasa diselubungi oleh sinar halo. Banyak dari para anggota sidang yang tampaknya bingung atas kenyataan ini. Mereka diliputi kengerian hebat mendapati bahwa baik kekejian maupun penghinaan tak dapat mengubah ekspresi agung yang terpancar dari wajah-Nya.   

Sinar halo yang bercahaya di sekeliling Yesus sejak saat Ia memaklumkan Diri sebagai Kristus, Putra Allah yang Hidup, semakin mengobarkan amarah para musuh-Nya. Sinar itu begitu cemerlang, hingga mereka tak sanggup melihatnya. Aku percaya bahwa tujuan mereka menyelubungi kepala-Nya dengan lap kotor adalah untuk memadamkan cahaya-Nya.

Penyangkalan Petrus

sumber : “The Dolorous Passion of Our Lord Jesus Christ from the Meditations of Anne Catherine Emmerich”

Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya”