B. Alexandrina Maria da Costa - 2
13 Tahun Hidup Hanya dari Ekaristi Saja
“Bertobatlah. Jangan lagi menghinakan Tuhan kita yang terkasih. Jangan sampai kehilangan Yesus sepanjang kekekalan masa. Ia begitu amat baik. Cukup sudah dosa! Kasihilah Dia! Kasihilah Dia!”
~ Beata Alexandrina da Costa
EKSTASI SENGSARA YESUS
 HIDUP HANYA DARI EKARISTI
 KONFIRMASI MEDIS
 SERAFIM CINTA
 AMANAT AKHIR
EKSTASI SENGSARA YESUS
Penampakan Tuhan Yesus yang dianugerahkan kepada Alexandrina pada tanggal 6 September 1934 menandai dimulainya serangkaian wahyu di mana Yesus mengajarinya langkah demi langkah dalam dukacita hidup dan sengsara-Nya.
Demikianlah sejak dari tanggal 3 Oktober 1938 hingga 27 Maret 1942 [yang waktu itu adalah Peringatan SP Maria Berdukacita], Alexandrina mengalami tiga jam “sengsara” Yesus setiap hari Jumat. Ia menerima rahmat mistik untuk mengalami dalam tubuh dan jiwanya sengsara Kristus di jam-jam terakhir hidup-Nya. Sepanjang tiga jam ini, kelumpuhannya “lenyap”, dan ia akan menghadirkan kembali Jalan Salib; tingkah laku dan gerakan-gerakan tubuhnya disertai dengan penderitaan jasmani dan rohani yang luar biasa. Ia juga diserang hebat oleh iblis dan didera dengan pencobaan-pencobaan melawan iman dan dilukai secara fisik pada tubuhnya.
Dalam periode ini Alexandrina masuk ke dalam tahap kebimbangan batin.
“Apabila Yesus meningkatkan rahmat-Nya dan berkat-Nya padaku, pada saat yang sama kebimbanganku berlipatganda dan ketakutan akan menipu diriku sendiri dan menipu mereka yang ada bersamaku, terus-menerus mendera… Bagiku kelihatannya semuanya dusta dan hasil rekaanku belaka. Tuhanku, betapa menyiksa! Kegelapan menutupiku dan tak ada seorang pun yang menunjukkan jalan kepadaku. Betapa keras upaya pembimbing rohaniku untuk menanamkan kepercayaan dalam diriku, tak ada suatupun yang dapat menghiburku.”
Kendati kebimbangan batinnya, wahyu-wahyu terus berlanjut.
“Setiap saat para pendosa yang tak terhitung banyaknya memancing murka Allah atas dunia - murka yang teramat dahsyat. Celakalah mereka jika mereka tidak bertobat! Dunia yang malang, apalah yang akan terjadi dengannya! Bertobatlah, bertobatlah seluruh dunia! Bertobatlah! Wahai dunia, kenalilah kejahatan-kejahatanmu atau kalian akan binasa! Celakalah dunia! Keadilan Ilahi tak dapat menanggungnya lagi.”
“Pada pagi hari tanggal 2 Oktober 1938, Tuhan kita mengatakan bahwa aku akan mengalami segala sengsara-Nya dari Getsemani hingga Kalvari, tetapi bahwa aku tidak akan tiba di Consummatum Est. Ia menegaskan bahwa aku akan memulainya esok hari dan bahwa aku akan mengalami sengsara-Nya setiap hari Jumat segera sesudah tengah hari, hingga pukul tiga siang. Aku tidak mengatakan tidak pada Tuhan. Aku memberitahukan semuanya kepada pembimbing rohaniku dan menanti dengan harap-harap cemas esok hari sebab tak seorang pun di antara kami yang dapat membayangkan apa yang akan terjadi. Sepanjang malam tanggal 2-3 Oktober, penderitaan jiwaku amat hebat, tetapi penderitaan badanku bahkan terlebih lagi. Aku mulai kehilangan darah dan merasakan kesakitan yang ngeri. Dan dalam sengsara inilah aku masuk ke dalam penyalibanku yang pertama. Betapa kengerian yang aku rasakan. Oh, betapa dukacitaku yang tak terperi!”
Tak lama sesudah tengah hari pada tanggal 3 Oktober 1938, Tuhan kita mengundang Alexandrina untuk mengalami sengsara-Nya.
“Lihatlah puteri-Ku, Kalvari sudah siap. Adakah engkau menerimanya?”
Alexandrina dengan gagah berani menjawab, “Ya Yesus, demi Engkau dan demi menyelamatkan para pendosa, aku bersedia melakukan segalanya.”
Pater Pasquale [P Umberto Pasquale SDB, seorang imam Salesian, yang menjadi pembimbing rohani Alexandrina sejak tahun 1944] mencatat:
“Segeralah ia mengalami sengsara, didera, dimahkotai duri, dijebloskan ke dalam penjara dan berjumpa dengan Bunda Maria yang ia pandang dengan tatapan dukacita begitu rupa seperti yang belum pernah aku lihat sebelumnya. Jatuh terhimpit salib begitu hidup hingga tak meninggalkan ruang sedikitpun bagi keraguan… Dalam pandanganku sengsaranya tampak paling dahsyat ketika ia menyerahkan tangan-tangannya yang kecil putih dan kemudian kaki-kakinya untuk dipakukan. Lalu salib dipancangkan di atas bumi… Betapa suatu pemandangan yang menyayat hati! Betapa dukacita menguasai jiwa kami! Selanjutnya sakrat maut di atas salib dengan erangan-erangannya yang sedih memilukan hati. Dan tatapannya! Tak dapat diungkapkan dengan kata-kata! Ia mendesah berulangkali dan pada akhirnya, menutup kedua matanya yang cekung dalam lekuk mata keunguan, menundukkan kepala dan wafat. Betapa amat serupa dengan wafat Yesus!”
Ketika ekstasi berakhir pada pukul tiga sore, Alexandrina mengedangkan kedua tangannya seolah dalam ucapan syukur, lalu sekonyong-konyong terengah-engah ketakutan, ia berteriak,
“Tidak, Yesus! Tidak, Yesus! Salibkanlah aku! Ampunilah! Ampunilah! Ampunilah! Mereka mempunyai hak yang sama denganku, sebab Engkau telah wafat di salib untuk mereka dan untukku juga. Yesus, aku menghendaki tak ada suatu jiwa pun menuju neraka, baik dari parokiku maupun dari seluruh dunia. Aku mengasihi Engkau demi mereka. Sudi lupakanlah para pendosa, Yesus. Ingatlah aku melalui penyalibanku. Neraka adalah jahanam yang paling mengerikan, Yesus.” [Dialog ini secara mengejutkan amat serupa dengan apa yang terjadi antara Tuhan kita dan mistikus St Gemma Galgani di akhir abad kesembilan belas.]
P Pinho ingat suatu kali ia menanyakan kepada Alexandrina seberapa beratnyakah salib Yesus. Alexandrina, masih dalam ekstasi menjawab bahwa bebannya seberat seluruh dunia. Alexandrina juga menjelaskan kepada P Pasquale bahwa bukan sekedar mahkota duri sekeliling kepala, melainkan suatu helm dari anyaman duri yang menutupi seluruh kepala Yesus. Ia menambahkan bahwa wajah Tuhan kita amat mirip dengan gambar pada Kain Kafan Turin.
Luka-luka memar akibat jatuh dan biru-biru lebam yang kelihatan mata di sekujur tubuh Alexandrina sepanjang ekstasi sengsara Yesus, sekonyong-konyong lenyap dengan berakhirnya ekstasi. Dalam kerendahan hati Alexandrina memohon kepada Tuhan untuk tidak memberinya stigmata ataupun tanda-tanda kelihatan lainnya dari sengsara mistiknya.
 HIDUP HANYA DARI EKARISTI
Pada tanggal 27 Maret 1942, dimulailah suatu fase baru dalam hidup Alexandrina yang berlangsung selama tigabelas tahun tujuh bulan, yakni hingga wafatnya. Ia tidak menerima makanan apapun selain Ekaristi Kudus, hingga berat tubuhnya menyusut hingga 33 kg.
Dalam suatu ekstasi Yesus mengatakan kepadanya,
“Engkau tidak akan menyantap makanan lagi di dunia. Yang akan menjadi makananmu adalah Daging-Ku; yang akan menjadi darahmu adalah Darah Ilahi-Ku, yang akan menjadi hidupmu adalah Hidup-Ku. Engkau menerimanya dari-Ku bilamana Aku mempersatukan Hati-Ku dengan hatimu. Janganlah takut, puteri-Ku. Engkau tidak akan disalibkan lagi seperti di masa lalu.... Dan sekarang suatu pencobaan baru menantimu, yang akan menjadi yang paling menyakitkan dari semua. Tetapi, pada akhirnya Aku akan membawamu ke Surga dan Bunda Tersuci akan menemanimu.”
Para dokter terheran-heran bahwa Alexandrina dapat bertahan hidup tanpa makan dan minuman sedikitpun. Mereka mulai melakukan berbagai test atas Alexandrina, bertindak dengan cara yang dingin dan bermusuhan terhadapnya. Semua ini menambah penderitaan dan penghinaan terhadapnya, tetapi ia ingat akan kata-kata yang Yesus Sendiri katakan kepadanya suatu hari,
“Engkau akan sangat jarang menerima penghiburan…. Aku menghendaki, agar sementara di hatimu ada sarat penderitaan, di bibirmu ada senyuman.”
Sebab itulah, mereka yang mengunjungi atau berhubungan dengan Alexandrina senantiasa menjumpai seorang perempuan yang, meski nyata-nyata menderita secara jasmani, senantiasa penuh sukacita dan tersenyum, menularkan suatu damai mendalam kepada semua yang di sekelilingnya. Sedikit saja orang yang mengerti apa yang amat dideritanya dan betapa dalam kesedihan batinnya.
 KONFIRMASI MEDIS
Otoritas Gereja memerintahkan Alexandrina untuk menjalani serangkaian test yang ketat di suatu rumah sakit selama 40 hari. Segala macam test medis yang dilakukan menegaskan puasa mutlaknya. Kalimat kunci dari laporan resmi yang ditandatangani Dr Gomez de Araujo - spesialis dalam bidang penyakit syaraf dan radang sendi dari Royal Academy of Medicine, Madrid - memaklumkan: “Adalah mutlak pasti bahwa selama 40 hari terbaring di rumah sakit, perempuan yang sakit ini tidak makan ataupun minum… dan kami yakin fenomena demikian bisa telah terjadi sepanjang bulan-bulan belakangan ini, kemungkinan sekitar 13 bulan terakhir… yang membuat kami terheran-heran.”
 SERAFIM CINTA
Sejak September 1944 P Pasquale memerintahkan Deolinda untuk membuat catatan atas kata-kata dan pengalaman-pengalaman mistik yang dialami Alexandrina. Dalam otobiografinya, Alexandrina menuliskan pengalaman akan penderitaan luar biasa di neraka dan api penyucian. Uraiannya yang panjang mengenai neraka menggemakan kembali penglihatan neraka yang mengerikan sebagaimana dilihat ketiga anak dari Fatima pada tanggal 13 Juli 1917 dan dicatat oleh Sr Lucia. Mengenai api penyucian, Alexandrina menulis:
“Pada Hari Raya Kristus Raja 1943, aku merasa tubuhku telah mati dan keberadaanku di bumi sama sekali telah berakhir. Kata-kata tak dapat mengungkapkan dukacita yang aku rasakan pada saat itu. Betapa duka ini, Tuhan-ku, betapa pedihnya duka ini! Aku merasa nyala-nyala api menembusiku. Kelihatannya aku merasakan panasnya yang dahsyat sebab dahaga hebat yang aku derita. Tetapi aku keliru. Nyala-nyala api itu terus ada. Api-api itu bukanlah api dari dunia ini. Kecemerlangannya mempesona. Api-api itu menembusiku selama berjam-jam lamanya, menyiksa-aniaya diriku. Api-api itu tersulut tinggi… menyebabkanku merasakan kesakitan yang tak terkatakan, namun kendati demikian, aku tedorong untuk menceburkan diri ke dalamnya guna memurnikan diriku oleh nyalanya.”
P Pasquale menanyakan apakah Alexandrina bersedia membaktikan sebagian dari penderitaannya dan doa-doanya yang tak kunjung henti bagi keselamatan kaum muda. Alexandrina segera menyanggupi dan pada tanggal 26 Februari 1945, ia menjadi seorang Salesian. Kepada segenap komunitas Salesian, Alexandrina menulis:
“Di atas segalanya, jadilah yang terkecil. Taat buta. Jangan pernah berdosa. Menderita dalam diam. Kasihilah Yesus. Kasih, hanya kasih! dari Alexandrina Maria (Balasar 1 April 1945).
Tuhan bersabda kepadanya:
“Andai engkau tahu betapa Aku mengasihimu, engkau akan mati karena sukacita. Aku telah mendirikan rumah-Ku dalam jiwamu. Aku tingggal dalam engkau seolah hanya engkau seorang yang ada di dunia ini dan hanya ada engkau yang Aku berkati. Engkau adalah tebernakel yang dibangun oleh tangan-tangan ilahi. Aku menghendaki engkau dalam pelukan-Ku dengan kepasrahan seorang bayi dalam buaian ibunya. Berikanlah hatimu untuk ditempatkan dalam hati-Ku agar engkau tak mengasihi yang lain selain dari Aku dan perkara-perkara-Ku. Dalam tubuhmu adalah Kristus; Kristus dalam tatapanmu dan dalam senyumanmu. Engkau adalah lembah dan Aku air yang mengalirinya, yang membasuh dan memurnikan. Engkau kaya dalam Aku. Karena itulah tatapanmu menarik. Karena itulah senyummu memiliki pesona surgawi. Aku menghendakimu mengkhotbahkan devosi kepada tabernakel. Aku menghendakimu menyalakan dalam jiwa-jiwa devosi kepada Tawanan Kasih ini. Aku tidak tinggal di dunia ini hanya untuk mengasihi mereka yang mengasihi Aku, melainkan semua orang. Bahkan mereka yang sibuk dalam pekerjaan dapat menghibur-Ku.”
Pada tanggal 1 Oktober 1954, Yesus mengatakan:
“Aku menghendakimu menyalakan dunia dengan kasih kepada Hati Ilahi-Ku, yang sekarang padam dalam hati manusia. Nyalakanlah! Nyalakanlah! Aku menghendaki memberikan Kasih-Ku kepada segenap manusia. Aku menghendaki dikasihi segenap manusia. Tetapi, mereka tak hendak menerimanya dan tak mengasihi Aku. Melalaui engkau, Aku menghendaki Kasih ini dinyalakan dalam segenap umat manusia, sebagaimana melalui engkau dunia dipersembahkan kepada Hati yang Tak Bernoda BundaKu Tersuci.”
 AMANAT AKHIR
Sepanjang awal tahun 1955, kondisi Alexandrina kembali memasuki masa kritis. Pagi-pagi benar pada tanggal 13 Oktober 1955, pada peringatan 38 tahun penampakan terakhir Santa Perawan Maria di Fatima dan mukjizat matahari, Alexandrina berseru dengan semangat kasih yang berkobar,
“O Tuhan-ku, aku mengasihi-Mu! Aku milikmu sepenuhnya! O, betapa aku rindu untuk terbang kepada-Mu! Adakah itu hari ini? O, aku akan begitu bahagia… begitu bahagia!”
Serangkaian penglihatan akan Hati Maria yang tak Bernoda dengan lembut meyakinkannya, “Aku akan segera membawamu.” Melalui suatu cahaya putih ia mendengar suara Yesus, “Engkau termasuk dalam bilangan para kudus-Ku.” Dan juga suara Bapa yang kekal, “Inilah puteri Kita yang terkasih.”
Sementara fajar merekah, Alexandrina tersenyum bak malaikat dan meminta Deolinda mengambilkan salib dan medali SP Maria Berdukacita, sebab ia ingin menciumnya. Ketika benda-benda sakramentali ini dibawakan kepadanya, Deolinda bertanya, “Kepada siapakah engkau sekarang tersenyum?”
Dan Alexandrina hanya dapat mengguman, “Surga… Surga.” Menjelang pukul 8 pagi, Alexandrina menyambut Komuni Kudus, komuninya yang terakhir, dengan kasih dan devosi yang berkobar. Kemudian, sementara keheningan kamar bergetar dengan sanak saudara, para imam dan para peziarah yang berdoa, Alexandrina menyampaikan kepada mereka dan kepada segenap umat manusia:
“Jangan berdosa. Kesenangan hidup ini tak bearti apapun. Sambutlkah Komuni, berdoalah Rosario setiap hari. Ini meringkas semuanya.”
Tengah hari, ia gemetar karena sukacita, “O, aku begitu bahagia, begitu bahagia, sebab akhirnya aku akan segera ke surga!” Mgr Mendes berlutut dan memimpin semua yang hadir mendaraskan doa-doa bagi ia yang menjelang ajal. Sakitnya yang tiada henti, menyiksa Alexandrina hingga akhir; dan sementara matahari tenggelam di langit yang kemerah-merahan, cahaya hidupnya semkin meredup. Dengan sisa-sisa tenaga, ia mencium salib dan medali SP Maria Berdukacita. “Selamat tinggal,” bisiknya nyaris tak kedengaran, “kita akan bertemu lagi di surga. Ya, di surga! Aku pergi ke surga… segera… sekarang!”
Pada pukul 8.29 petang, jiwa kudus itu dijemput pulang ke rumah Bapa-nya.
Dua tahun sesudah wafatnya, sebuah kapel kecil dibangun di atas makamnya. Pada tahun 1978, keuskupan memindahkan jenazah Alexandrina ke suatu tempat kehormatan dalam Gereja St Eulalia di mana tubuhnya disemayamkan hingga hari ini. Pada tanggal 12 Januari 1996, Alexandrina dimaklumkan sebagai Venerabilis dan pada tanggal 25 April 2004 dimaklumkan sebagai Beata oleh Paus Yohanes Paulus II yang menetapkan pestanya dirayakan pada tanggal 13 Oktober.
Semasa hidupnya, Alexandrina telah menubuatkan bahwa tubuhnya akan menjadi abu, tanpa mengalami pembusukan. Ketika di kemudian hari makamnya dibuka, memang demikianlah yang terjadi. Tak ada tubuh ataupun tulang - hanya abu. Abu ini pada kesempatan-kesempatan tertentu memancarkan harum surgawi yang sama seperti yang biasa terpancar dari tubuh Alexandrina semasa hidupnya. Sebuah seruan kepada umat manusia yang berdosa, yang didiktekan Alexandrina pada tahun 1948, seturut permintaannya, diukirkan pada makamnya:
“Para pendosa: jika abu tubuhku dapat berguna untuk menyelamatkan kalian, marilah; jika perlu, berjalanlah di atasnya, injak-injaklah hingga lenyap tak berbekas; tetapi janganlah pernah berdosa lagi, janganlah pernah menghinakan Yesus lagi.
Para pendosa: Ada begitu banyak yang hendak aku katakan kepada kalian. Makam yang luas ini tak dapat memuat semua yang hendak aku tuliskan. Bertobatlah. Jangan lagi menghinakan Tuhan kita yang terkasih. Jangan sampai kehilangan Yesus sepanjang kekekalan masa. Ia begitu amat baik. Cukup sudah dosa! Kasihilah Dia! Kasihilah Dia!
Sumber: 1. “Alexandrina by Fr Umberto Pasquale SDB”; www.ewtn.com; 2. “Alexandrina Maria da Costa”; www.vatican.ca; 3. Alexandrina de Balasar; alexandrinabalasar.free.fr; 4. berbagai sumber
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “disarikan dan diterjemahkan oleh YESAYA: yesaya.indocell.net”
|